Logo Bloomberg Technoz

Simak wawancara ekslusif Bloomberg Technoz bersama Dennis yang kini juga menjabat sebagai Plt Direktur Utama MCI.

Bloomberg Technoz (BT): Di tengah perekonomian dunia yang masih banyak ketidakpastian dan ancaman ‘tech winter’, bisa dijelaskan bagaimana kinerja portfolio MCI dalam satu tahun terakhir?

Dennis Pratistha (DP): Pada dasarnya MCI hanya berinvestasi dimana kami cukup percaya diri terhadap bisnis tersebut. Kita hanya ikut serta (dalam funding) ketika kita tahu bahwa bisnisnya secara fundamental baik. Itu yang membedakan MCI dengan perusahaan ventura lainnya. 

Bicara soal tech winter, karena kami punya kontrol yang baik terhadap perusahaan yang kita biayai dan kita paham seluk beluk perusahaan itu, syukurnya portfolio kami tidak banyak terkena dampak. 

Mungkin valuasinya flat around (datar), namun kita tidak melihat valuasi sebagai hal yang utama. Kita melihat perkembangan bisnisnya. Karena fokus kita adalah fundamental bisnis, kita melihat fundamental adalah value segalanya. Kalau dulu, banyak orang yang mengejar valuasi, tapi itu tidak sustainable. Bisnis itu pada akhirnya harus menguntungkan dan menopang diri sendiri. 

BT : Tapi sejauh ini akselerasi pertumbuhan bisnis portfolio MCI seperti apa jika dibandingkan sebelum dan sesudah pandemi?

DP: Pertumbuhan bisnis sangat bagus, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat bagus. Sebagai contoh portfolio kita, Crowde (Platform P2P lending pertanian, dan Sinbad (FMCG supply chain). Mereka ini melayani bisnis konvensional. Selama ini konvensional bisnis masih cukup bagus, justru mereka mengalami pertumbuhan yang signifikan. 

Untuk pertumbuhan kita harus bedakan dua macam growth (pertumbuhan). Pertama pertumbuhan yang punya dampak yang positif terhadap laporan keuangan dan kedua, pertumbuhan yang ala kadarnya.

Sekarang banyak perusahaan startup yang hanya mengejar pertumbuhan ala kadarnya, bukannya mengejar pertumbuhan yang punya dampak positif. Pertumbuhan yang punya dampak positif justru yang sehat.

Dulu orang untuk mencapai growth itu dilakukan dengan bakar uang demi eksis di pasar baru. Mereka ciptakan pasar yang baru, produk yang baru, atau fitur yang baru. Selama ini banyak yang bangga ketika sedang fund raising (penggalangan dana), mereka bilang sudah cetak 500% pertumbuhan, tapi caranya dengan bakar duit. Itu yang tidak sehat. Menurut kami, pertumbuhan yang sehat ya pertumbuhan yang punya dampak positif dan bisa cetak keuntungan.

Chief Investment Officer Mandiri Capital Indonesia Dennis Pratistha. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

BT: Apakah melakukan PHK termasuk upaya untuk mencapai pertumbuhan yang sehat?

DP: Itu bukan untuk mencapai pertumbuhan, tapi itu adalah upaya efisiensi operasional. Itu berbeda. Efisiensi operasional memang diperlukan, tapi masalah lay off ini kan dulu karena si perusahaan memproyeksikan pertumbuhan mereka seperti apa. Mungkin salah perhitungan, sehingga mereka tentu harus mengevaluasi bisnisnya. Mereka harus mengkalkulasi dengan keadaan tenaga kerja yang ada, apakah bisa mencapai tujuan mereka ke depannya. 

BT: Apakah saat ini tren PHK sudah atau akan mulai berkurang?

DP: Saya melihat kemarin banyak startup yang mendefinisikan ulang strategi bisnis mereka. Lay off akan berkurang ketika mereka melihat kalau strategi mereka sudah berjalan di jalur yang tepat. Makanya saya ragu untuk mengatakan ‘iya’ atau ‘tidak’ karena individual perusahaan berbeda-beda arahnya. Banyak perusahaan yang mengatakan sekarang melihat strategi yang mereka jalankan sudah tepat, mereka sudah bisa mengurangi PHK. Tapi tidak semua seperti itu. 

Masih ada beberapa perusahaan yang menyusun ulang strategi mereka, sehingga mereka masih memerlukan upaya PHK lagi. Jadi apakah akan atau sudah berhenti? Mungkin masih akan ada, selama ‘musim dingin’ di luar masih terjadi. Memang banyak VC yang baru fund raising tahun lalu, namun mereka juga harus berhati-hati dalam berinvestasi. Jadi suasanya ‘winter’-nya memang masih terasa. 

Jadi semua VC sangat selektif saat ini. Selama mereka masih sangat selektif, kita mungkin masih melihat adanya PHK.

BT: Selama beberapa bulan terakhir, komunitas startup sangat terpukul oleh ketidakpastian ekonomi. Beberapa VC telah mengeluarkan peringatan kepada para founder dan meminta mereka untuk bersiap menghadapi penurunan pasar yang serius. Tetapi bagaimana dengan para founder yang baru saja meluncurkan bisnis baru?

DP: Selama ini MCI lebih fokus pada kita ada pendanaan di awal, tapi bukan yang baru buat. Kita jarang ikutan angel investment ataupun pre-seed. Seawal-awalnya MCI masuk palingan Series A, jadi bukan yang baru diluncurkan bisnisnya. Expertise (keahlian) saya di situ tidak dalam sekali. Kita memang mencari perusahaan yang memikirkan sustainability (kebersinambungan), kita tidak mau investasi di perusahaan yang mikirin bakar duitnya tapi membangun bisnis yang tidak sustainable.

BT: Apakah ada harapan untuk pendanaan investasi bagi startup baru di era saat ini? atau haruskah mereka mencoba melakukannya penggalangan dana sendiri atau bootstrap bisnis?

DP: Pada akhirnya, yang paling penting adalah para founder harus memikirkan ide bisnis yang berkesinambungan. Bisnis itu harus bisa mencapai jangka panjang. Kalau mereka sudah punya mindset itu, memulai dari skala apapun, mereka pasti bisa bootstrap sendiri.

Mereka tidak akan memikirkan cara meraih pasar dengan cara bakar duit, yang dipikirkan pasti cara mencapai pertumbuhan positif dengan baseline yang positif. Kalau yang mereka pikirkan untuk mencapai pertumbuhan itu adalah dengan cara bakar duit atau subsidi dari induk usaha, itu akan susah di era sekarang.

BT: Kira-kira, karakter bisnis seperti apa yang bisa bertahan di era ekonomi saat ini?

DP: Saya bicara dari expertise (keahlian) Mandiri Capital saat ini yaitu adalah business-to-business (B2B). Indonesia ini negara yang besar, dan banyak sekali aspek yang masih bisa digali. Contoh, beberapa waktu terakhir kita sangat fokus di bidang agrikultur dan kemaritiman. Sederhana saja, Indonesia itu negara kemaritiman yang ingin berdaya dalam bidang pangan. Contohnya komoditas udang. Indonesia itu masih kalah dalam hal segi produktivitas dari Vietnam.

Bagaimana caranya agar kita menaikan produktivitas itu? Oleh karena itu, bisnis yang mampu menjawab dan menjadi solusi dari tantangan yang spesifik itu yang menurut saya akan bertahan. Memang tidak mudah, tapi banyak sekali peluang di sana.

Chief Investment Officer Mandiri Capital Indonesia Dennis Pratistha. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

BT: Bagaimana strategi MCI dalam menyalurkan modal kepada para startup? Apa kriteria dan karakteristik industri yang menarik dan potensial untuk dibiayai oleh MCI?

DP: Dari sisi tahapan, kami cukup agnostik. Namun, kita juga ada masuk di pendanaan awal, pertengahan. Sekarang portfolio kita ada di 14 sektor dan semuanya beragam. Fokus kami merupakan perusahaan yang B2B dan mereka dengan jelas tahu masalah atau isu apa yang ingin mereka selesaikan.

Dan juga memiliki potensi bisa menjadi besar. Besar di sini dalam artian, kalau layanan mereka hanya bisa menjadi solusi atau menyelesaikan masalah di tingkat kelurahan, berarti itu tidak cukup besar. Tapi kalau yang ingin diselesaikan adalah satu negara, maka itu cukup besar. Bahkan kalau perlu bisa menjadi solusi untuk seluruh dunia. 

Yang kedua, kita lihat juga founders dan tim manajemennya apakah mereka adalah ahli di bidangnya. Kalau mereka bukan ahlinya, bagaimana mereka mau mengerti masalah di pasar.

Selanjutnya yang kita lihat adalah harganya. Valuasi itu harus masuk akal. Kalau valuasinya terlalu tinggi, tidak peduli bisnisnya menarik atau tidak, kita tidak akan invest. Karena bagaimana cara kita menghasilkan uang dari situ? Jadi itu lah aspek-aspek bisnis yang kami perhatikan sebelum invest. 

BT: Menurut Anda, saat ini valuasi pasar sedang tinggi atau rendah seperti ketika pandemi?

DP: Saat ini saya rasa valuasi normal. Kita justru melihat ada banyak peluang saat ini. Kemarin sempat terkoreksi, dan sekarang sudah mulai normalisasi. Valuasi tidak hanya dilihat dari industri, tapi dilihat berdasarkan per perusahaan. Valuasi itu ditentukan oleh apakah bisnis ini punya potensi untuk tumbuh atau tidak.

BT: Tahun 2020, sebagian besar investasi masuk ke sektor teknologi seperti fintech (pembayaran non-tunai, platform investasi online), dan healthtech maupun edutech. Dalam perspektif Anda, sektor apa yang akan menarik tahun ini?

DP: Kalau saya melihat mungkin tidak per sektor ya, tapi saya melihat isu apa yang ingin diselesaikan oleh perusahaan itu. Contoh, kenapa fintech menjadi daya tarik pada 2020 kemarin? Karena banyak hal yang harus diselesaikan di sektor finansial itu. 

Kalau sekarang mungkin seperti supply chain, logistik dan sektor konstruksi itu masih banyak hal yang bisa dieksplorasi. Sekarang juga marak kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk menjawab tantangan dan isu-isu yang berkaitan dengan teknologi. Jadi saya rasa banyak hal yang menarik untuk dieksplorasi, tinggal bagaimana perusahaan itu mencari solusi untuk memecahkan masalahnya saja.

BT: Menurut Anda bagaimana kondisi likuiditas saat ini? Apakah MCI turut merasakan likuiditas yang ketat selayaknya yang dirasakan VC di luar negeri?

DP: Kita cukup berbeda. Neraca keuangan kami masih cukup kuat, dan kami masih punya likuidtas yang cukup untuk melakukan investasi. 

(evs/roy)

No more pages