Logo Bloomberg Technoz

Ia menjelaskan bahwa pembayaran deposito tersebut bukan kewajiban kontraktual negara kepada perusahaan jalan tol itu. Melainkan, hakim berpendapat bahwa negara bertanggung jawab atas gagalnya Bank Yama mengembalikan deposito perusahaan milik Jusuf itu.

Stafsus Komunikasi strategis Kemenkeu, Yustinus Prastowo. (Bloomberg Technoz/ Sultan Ibnu Affan)

"Dengan demikian Negara dihukum membayar dari APBN untuk mengembalikan deposito CMNP yang disimpan di bank yang juga dimiliki pemilik CMNP," ujarnya Prastowo.

Ia menyampaikan permohonan pembayaran sudah direspon oleh Biro Advokasi Kemenkeu kepada para pengacara yang ditunjuk oleh CMNP maupun kepada pihak-pihak lain yang mengatasnamakan perusahaan.

Mengingat putusan tersebut mengakibatkan beban pengeluaran keuangan Negara, lanjut Prastowo, maka pelaksanaan putusan tersebut harus memenuhi mekanisme pengelolaan keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara, terutama prinsip kehati-hatian.

"Untuk itu, perlu terlebih dahulu dilakukan penelitian baik dari sisi kemampuan keuangan negara dalam rangka menjaga kepentingan publik yang perlu dibiayai negara maupun penelitian untuk memastikan pengeluaran beban anggaran telah memenuhi ketentuan pengelolaan keuangan Negara," terang Prastowo.

Awal Mula Kasus

Masalah ini berawal saat krisis keuangan tahun 1997-1998. Kala itu perbankan mengalami kesulitan likuditas hingga mengalami kebangkrutan. Kemudian pemerintah merilis Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang ditujukan kepada bank agar bisa membayar kepada para deposannya.

Bank Yakin Makmur (Yama) juga tidak luput dari kewajiban pembayaran deposito tersebut.

Mahkamah Agung telah memutuskan pada 15 Januari 2010, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan harus membayar deposito berjangka senilai Rp 78,84 miliar dan giro Rp 76,09 juta kepada CMNP.

Putusan hukum itu juga meminta pemerintah membayar denda 2% setiap bulan dari seluruh dana yang diminta CMNP hingga pemerintah membayar lunas tagihan tersebut.

"Utang tersebut kemudian berbunga hingga  Rp400 miliar pada 2016 atau 2017, tetapi pemerintah hanya bersedia membayar Rp170 miliar," ujar Jusuf Hamka saat dikonfirmasi.

(evs)

No more pages