Meski begitu rencana TikTok memperluas bisnis e-commerce ke AS bisa jadi tantangan besar. Pasalnya, TikTok sedang menghadapi ancaman pelarangan karena alasan keamanan nasional. Tudingan itu ditolak oleh manajemen dan sudah mengajukan beberapa langkah untuk memastikan tidak terjadinya masalah keamanan nasional yang ditakutkan itu.
ByteDance, yang didirikan lebih dari satu dekade lalu oleh Zhang Yiming dan Liang Rubo, tumbuh menjadi pemimpin internet besar berkat viralnya platform video pendek TikTok dan Douyin. Target bisnis e-commerce TikTok ini didasarkan kesuksesan aplikasi video pendek Douyin di China dengan live shopping.
TikTok Shop memungkinkan pengguna membeli barang dari pemutusan video secara live maupun non live. Dengan layanan ini, TikTok berharap jadi tempat belanja online alternatif dari Amazon, Shopee, Tokopedia dan e-commerce besar lainnya.
Format yang memadukan hiburan dengan pembelian barang secara impulsif telah menjadikan Douyin sebagai platform belanja online penantang serius Alibaba dan JD.com di China. Warga banyak menghabiskan waktu di platform video pendek ini terutama karena pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas.
TikTok Shop diluncurkan di Indonesia, Vietnam dan Inggris pada 2021. Menurut firma riset Cube Asia, GMV TikTok shop Indonesia sudah tembus US$2,5 miliar di mana US$1 miliar dicapai hanya dalam tiga bulan pertama 2023.
TikTok Shop masih menjadi bagian kecil dari sumber pendapatan ByteDance yang mencapai US$80 miliar. Sebagai perbandingan, Sea, induk Shopee, memiliki GMV e-commerce sebesar 18% menjadi US$73,5 miliar tahun lalu.
Namun, target agresifnya, jika tercapai, dapat membantu menunjukkan bahwa perdagangan live-stream dapat menarik konsumen juga dan berpotensi mulai menggerogoti belanja online tradisional di luar Asia.
(bbn)