Sebelumnya, NBS melaporkan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) China pada Mei 2023 ada di 48,8. Lebih rendah dibandingkan perkiraan pasar yaitu 49,5 sekaligus jadi yang terendah sejak Desember tahun lalu.
PMI menggunakan angka 50 sebagai tolok ukur. Jika di bawah 50, maka artinya aktivitas industri berada di zona kontraksi.
“Kontraksi PMI yang semakin dalam mengindikasikan risiko ke bawah (downside risk) menjadi semakin nyata,” tulis Lu Ting, Kepala Ekonom untuk China di Nomura International (Hong Kong) Ltd, dalam risetnya, seperti dikutip dari Bloomberg News.
Semestinya ekonomi China cerah setelah kebijakan Zero Covid-19 dicabut akhir tahun lalu. Sekarang warga China sudah bebas beraktivitas di luar rumah, mobilitas ini akan menggerakkan roda perekonomian.
Dana Moneter Internasional (IMF) dalam World Economic Outlook edisi April 2023 menyebut bahwa 67,4% ekonomi dunia tahun ini akan disumbangkan oleh kawasan Asia-Pasifik. Penggerak utamanya adalah reopening di China, yang diharapkan mampu mendongkrak konsumsi.
“Dalam jangka panjang, ekonomi China akan menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi kawasan dan dunia,” sebut laporan IMF.
Dampak Buat Indonesia
Namun perkembangan terkini menunjukkan ekonomi China belum pulih sepenuhnya. Ini tentu menjadi risiko bagi prospek pertumbuhan ekonomi dunia.
Banyak negara yang mengandalkan China untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mereka. Salah satunya tentu Indonesia, karena China adalah salah satu mitra ekonomi utama.
Di sisi perdagangan, China adalah negara tujuan ekspor terbesar bagi Negeri Zamrud Khatulistiwa. Pada Januari-April 2023, nilai ekspor non-migas Indonesia ke China tercatat US$ 20,57 miliar. China menyumbang 25,37% dari total ekspor non-migas, lebih dari seperempat.
Untuk impor, China juga menjadi negara pemasok terbesar bagi Indonesia. Dalam 4 bulan pertama 2023, nilai impor non-migas Indonesia dari China adalah US$ 19,18 miliar. Kontribusi China mencapai 32,5% dari total impor non-migas.
Impor dari China menjadi penting karena sebagian besar adalah bahan baku/penolong dan barang modal untuk keperluan industri dalam negeri. Jadi saat impor dari China berkurang, maka tandanya aktivitas industri domestik melambat.
Lima produk impor terbesar dari China sepanjang Januari-Maret 2023 adalah:
Produk |
Nilai (US$) |
Perlengkapan telekomunikasi dan bagiannya |
1.769.400.071 |
Perlengkapan pendingin dan penghangat ruangan serta bagiannya |
517.754.107 |
Perlengkapan teknik sipil dan kontraktor serta bagiannya |
469.148.937 |
Mesin pemrosesan data otomatis dan bagiannya |
421.743.769 |
Termionik, katoda, dan tabung katoda |
376.199.079 |
Sumber: BPS
Dari sisi investasi, China adalah salah satu negara yang banyak menanamkan modal di Indonesia. Pada kuartal I-2023, Penanaman Modal Asing (PMA) dari China bernilai US$ 1,2 miliar. China menduduki peringkat ketiga setelah Singapura (US% 4,3 miliar) dan Hong Kong (US$ 1,5 miliar).
“Hong Kong oleh sebagian negara Eropa dijadikan hub. Kalau Singapura sudah tahu lah, sebagian uang orang Indonesia. Saya tidak pernah bosan menyampaikan itu, karena mereka (Singapura) tidak paten-paten juga.
“Untuk Tiongkok, angkanya dengan Jepang tidak terlalu jauh. Cuma selisih US$ 200 juta,” jelas Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/Kepala BKPM.
Oleh karena itu, perlambatan ekonomi China patut diwaspadai. Sebab dampaknya akan terasa di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
(aji)