Menurut dia, berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, tingkat stunting sebuah negara sudah mencapai titik tinggi atau bahaya jika menyentuh angka 20%. Padahal, angka stunting di Indonesia tercatat mencapai 21%, atau melampaui batas bahaya dari WHO.
Endang mengatakan, Kemenkes berharap para perokok mengurangi konsumsi rokok ketika sudah berkeluarga, terutama memiliki anak. Pemerintah mendorong kebiasaan perokok tak menggerus konsumsi rumah tangga per bulan.
Hal ini merujuk pada data Global Adult Tobacco Survey yang menyebutkan angka pengeluaran membeli rokok satu orang dewasa bisa mencapai Rp382 ribu per bulan. Padahal, nominal yang sama bisa untuk membeli bahan pangan yang bisa memenuhi kebutuhan protein hewani keluarganya.
"Kalau mau berkontribusi untuk mengurangi stunting, para orang tua tidak usah merokok dan lebih baik gunakan uangnya untuk membeli protein hewani seperti telur," kata Endang.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 angka konsumsi rokok lebih tinggi tiga kali dari konsumsi protein. Pada data yang sama, jumlah pengeluaran membeli rokok berada di posisi kedua terbesar dengan porsi 11,9%.
Bayi Terpapar Asap Rokok
Selain alasan ekonomi, Perwakilan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Feni Fitriani Taufik mengatakan, anak yang lahir dari orang tua perokok aktif dan pasif juga menunjukkan gejala stunting.
Hal ini merujuk pada penelitian Rumah Sakit Persahabatan terhadap tiga kelompok bayi. Mereka adalah bayi yang lahir dari ibu perokok aktif; ibu perokok pasif; dan ibu tak terpapar rokok.
Hasilnya, kata Feni, plasenta bayi pada ibu perokok aktif dan pasif ditemukan kandungan nikotin. Pada saat lahir, menurut dia, panjang badan dan berat badan bayi juga lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan dengan bayi dari ibu yang tidak merokok.
"Jadi, rokok berpengaruh bukan saja setelah lahir, tapi di dalam kehamilan pun itu sudah sangat berpengaruh kepada bayi," kata dia.
Dia menjelaskan ada istilah secondhand smoke dan thirdhand smoke pada masyarakat. Secondhand smoke adalah asap rokok yang dilepaskan oleh perokok kemudian dihirup oleh orang-orang di sekitarnya.
Sementara thirdhand smoke adalah sisa bahan kimia dari asap rokok. Umumnya tidak terlihat tapi berbahaya, bukan hanya asap tapi residu dari orang yang merokok yang menempel terutama di dalam rumah seperti gorden, karpet, dan sofa.
"Itu mengandung kimia berbahaya jika terhirup oleh orang-orang yang ada di rumah seperti anak-anak Balita," ujar Feni.
(frg)