Dalam percakapan dengan Presiden Biden, Yoon mendapatkan komitmen dari AS untuk membantu mereka memperkuat penangkalan ancaman Korea Utara. Namun, keputusan akhir tentang penggunaan senjata nuklir masih berada di tangan AS.
Apa yang disebut dengan Deklarasi Washington, yang tercetus di KTT, lebih melibatkan Korea Selatan dalam perencanaan strategis untuk kontijensi nuklir. Namun, tidak akan ada pengerahan senjata nuklir AS di Korea Selatan.
Sekutu AS seperti Jerman, Belgia, Belanda, Italia, dan Turki menjadi titik penempatan hulu nuklir AS, berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Non-Poliferasi Senjata.
Namun, pembicaraan tersebut dinilai tidak cukup untuk menenangkan beberapa elemen sayap kanan di kubu Yoon yang mendorong program senjata nuklir. Mereka juga ingin Korea Selatan dapat ikut memutuskan apakah senjata nuklir bisa diledakkan di semenanjung.
“Sangat penting untuk memasukkan kondisi operasi praktis yang melibatkan Korea dalam proses pengambilan keputusan, untuk memenuhi tuntutan nasional di antara rakyat Korea atas pembagian nuklir,” kata Cheon Seong-whun, mantan sekretaris strategi keamanan di Blue House, kantor kepresidenan Korea Selatan.
Jumlah Hulu Ledak
Amerika Serikat belum lama ini memperbarui status hulu nuklir yang dikerahkannya pada deklarasi transparansi kepemilikan, Mei 2023. Pada catatan tersebut, Washington memiliki 1.419 hulu ledak yang dikerahkan pada kombinasi 662 rudal yang diluncurkan dari darat dan kapal selam, serta bom berat. Angka tersebut masih berada dalam batas 1.550 hulu ledak pada 700 kendaraan.
“AS terus melakukan transparansi di antara negara-negara pemilik senjata nuklir sebagai hal yang sangat berharga untuk mengurangi kemungkinan salah persepsi, salah perhitungan, dan persaingan senjata yang mahal,” kata AS dalam pernyataannya. “Langkah-langkah seperti itu sangat penting dalam periode ketegangan tinggi.”
Ancaman Korut
Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong Un, telah mengguncang keamanan regional Semenanjung Korea dalam beberapa tahun terakhir setelah meluncurkan rudal baru yang dapat mengirimkan serangan nuklir ke seluruh Korsel, yang menampung sekitar 28.000 personel militer AS, dan meningkatkan ancaman penyerangan sebagai tanggapan terhadap latihan militer gabungan AS dan Korea Selatan.
Korsel dan AS kembali melakukan latihan militer setelah lima tahun lebih aksi tersebut tidak dilakukan. Pasalnya, pemerintahan AS sebelumnya di bawah Donald Trump berusaha menurunkan tensi ketegangan dengan menggunakan cara-cara diplomasi untuk membujuk Korut menghentikan pengembangan senjata nuklirnya. Namun cara ini gagal meyakinkan Kim Jong Un.
(bbn)