Sementara indeks saham LQ45 yang berisikan saham-saham unggulan tercatat di zona merah, dengan mencatatkan koreksi 1,28 poin atau 0,14% ke posisi 945,39.
Saham-saham LQ45 yang bergerak pada teritori negatif antara lain, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) anjlok 775 poin ke posisi Rp22.900/saham, PT Harum Energy Tbk (HRUM) drop 40 poin ke posisi Rp1.385/saham. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) kehilangan 90 poin ke posisi Rp3.190/saham.
Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan naik 2,7% pada 2023, dan sedikit peningkatan 2,9% pada 2024. OECD mengatakan bahwa dampak kenaikan suku bunga yang terjadi akan semakin terasa, terutama pada pasar properti dan keuangan. Dengan efek penuhnya baru akan muncul pada akhir tahun ini dan 2024 mendatang.
Sementara itu, Bank Dunia menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2023, sementara prakiraan untuk 2024 diturunkan. Dalam publikasi World Bank Global Economic Prospect yang dirilis 6 Juni, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan bergerak pada pencapaian 2,1%. Sedangkan pada 2024, berpeluang menaikkan capaian pertumbuhan di angka 2,4%.
Adapun pasar saham Asia kompak bergerak bervariasi pada perdagangan hari ini. Indeks Hang Seng Hong Kong menguat 0,80%, Indeks Shanghai Composite naik 0,08%, indeks Kospi terapresiasi 0,01%, indeks Nikkei 225 drop 1,82%, dan indeks Strait Times Singapore terkoreksi 0,33%. Sementara itu, Dow Jones Index Future turun 0,12%.
Ekspor China turun untuk pertama kalinya dalam tiga bulan berturut-turut pada Mei 2023 imbas dari terjadi pelemahan permintaan global, menambah risiko pada pertumbuhan ekonomi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini.
Data resmi pada Rabu (7/6/2023) menunjukkan, ekspor China menyusut 7,5% menjadi hanya US$284 miliar. Ekspor ke sebagian besar negara tujuan mengalami kontraksi, dengan penurunan dua digit ke beberapa negara termasuk Amerika Serikat, Jepang, Asia Tenggara, Prancis dan Italia.
Impor China turun 4,5% menjadi US$218 miliar, meninggalkan surplus perdagangan sebesar US$66 miliar. Adapun para ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memprediksi ekspor China akan mengalami kontraksi selama setahun penuh.
“Laporan perdagangan ini adalah satu lagi data yang mengecewakan dan akan meningkatkan kekhawatiran pada pertumbuhan ekonomi dan mengintensifkan ekspektasi lebih banyak dukungan kebijakan," kata Khoon Goh dari Australia and New Zealand Banking Group, seperti yang diwartakan Bloomberg News.
(fad/roy)