"Jelas bank sentral tidak boleh melakukan pengetatan moneter terlalu berlebihan karena hal itu akan berdampak pada terpukulnya pertumbuhan ekonomi. Jadi ini adalah keseimbangan yang sulit bagi bank sentral, tetapi bank sentral perlu mempertahankan kebijakan moneter ketat sampai ada bukti bahwa inflasi secara jangka panjang kembali ke target, dan itu berarti inflasi inti dan juga inflasi umum.”
Peringatan ini muncul sehari setelah Bank Dunia memperingatkan bahwa ekonomi global berada dalam kondisi genting dan sedang menuju perlambatan pertumbuhan yang substansial di akhir tahun ini karena dampak kenaikan suku bunga mulai terasa.
Bank sentral utama utama bakal segera diharapkan pada pilihan apakah menghentikan sementara atau melanjutkan siklus kenaikan suku bunga yang tercepat sejak tahun 1980-an ini. Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa dijadwalkan untuk bertemu minggu depan.
OECD mengatakan bahwa dampak kenaikan suku bunga di masa lalu semakin terasa - terutama di pasar properti dan keuangan - namun efek penuhnya baru akan muncul akhir tahun ini dan di tahun 2024. Celakanya ada ketidakpatian mengenai kekuatan dari dampak kebiajkan ini, sementara kenaikan inflasi terus mengancam.
"Ketidakpastian yang signifikan mengenai prospek ekonomi masih ada, dan risiko-risiko utama terhadap proyeksi ada pada sisi negatifnya," kata OECD.
OECD pun mendesak bank-bank sentral untuk tetap membatasi dan bahkan menaikkan suku bunga jika diperlukan sampai ada tanda-tanda yang jelas bahwa tekanan inflasi telah berkurang secara permanen.
OECD menyarankan otoritas-otoritas moneter harus memanfaatkan sepenuhnya instrumen-instrumen likuiditas jika kebijakan-kebijakan yang lebih ketat menciptakan tekanan pada pasar dan pemerintah di negara-negara berkembang untuk sementara waktu dapat melakukan intervensi valuta asing atau kontrol modal untuk menghindari risiko-risiko yang lebih besar terhadap stabilitas.
Guna membantu bank sentral membatasi seberapa besar tekanan permintaan yang memicu inflasi, pemerintah harus membuat dukungan fiskal untuk kelompok rumah tangga yang paling rentan, kata OECD.
(bbn)