Hal ini menandai adanya perubahan dari pertikaian pada Oktober 2022 lalu ketika negara-negara OPEC+, yang dipimpin oleh Saudi dan Rusia, memutuskan untuk memangkas produksi, yang memicu harga minyak dunia naik dan memukul AS yang memiliki masalah inflasi.
Tetapi dengan harga minyak mentah turun tajam sejak saat itu, kedua negara tampaknya telah melewati pertikaian ini, bahkan ketika Saudi berencana untuk memangkas lagi produksi minyak mereka sebanyak 1 juta barel per hari pada bulan Juli.
Washington sepertinya kini memiliki hal-hal yang lebih penting untuk mereka mendekatkan diri ke Saudi, yaitu kontrak pertahanan dan penerbangan, kewaspadaan atas pergerakan China ke Timur Tengah, dan normalisasi hubungan Saudi-Israel.
"Saya tidak berpikir pemerintahan Biden ingin kembali ke perselisihan Oktober lalu dan akan mencoba mengabaikan keputusan Saudi tersebut," kata Bob McNally, presiden Rapidan Energy Group dan mantan pejabat Gedung Putih.
AS kini tengah mendorong Saudi untuk membeli produk raksasa industri pertahanan dan penerbangan Amerika. Boeing Co. senilai setidaknya US$265 miliar dan sedang bekerja untuk mendapatkan kesepakatan tambahan untuk menjual setidaknya 150 pesawat jet 737 Max miliknya ke Riyadh Air milik negara. Ada juga $55 miliar investasi dan perdagangan antara kedua negara.
Tanda-tanda mencairnya Saudi-AS adalah kerja sama kedua negara untuk meyakinkan pihak yang bertikai di Sudan untuk menyerukan gencatan senjata.
Adapun bulan lalu seorang pejabat tinggi Pentagon, Mara Karlin, menyambut baik partisipasi Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada KTT Arab yang diadakan di Arab Saudi. Dia meminta sekutu lain untuk menunjukkan dukungan bagi pertahanan Kyiv melawan invasi Rusia.
Selain itu, di bidang luar angkasa, salah satu astronot AS yang paling berpengalaman menemani dua orang Saudi, termasuk wanita Saudi pertama yang melakukan misi semacam itu, ke Stasiun Luar Angkasa Internasional setelah hampir setahun menjalani pelatihan di AS.
(bbn)