Akibatnya, Bangladesh dapat menghadapi pemadaman listrik lebih lanjut karena permintaan yang tinggi, demikian dilaporkan oleh Al Jazeera, mengutip menteri energi negara tersebut.
Menurut Al Jazeera, negara ini telah menghadapi gangguan pasokan listrik karena cuaca yang tidak menentu tahun ini, dengan suhu yang melonjak yang mendorong permintaan listrik pada April dan topan mematikan menghentikan pasokan gas alam ke pembangkit listrik pada bulan berikutnya.
Suhu maksimum di ibu kota Bangladesh, Dhaka naik menjadi hampir 38 celsius pada Minggu, dibandingkan dengan 32 celsius pada 10 hari sebelumnya. Badan cuaca setempat memperingatkan bahwa gelombang panas yang sedang berlangsung ini kemungkinan akan berlanjut selama sisa pekan ini.
Ganggu Ekspor Pakaian
Al Jazeera melaporkan, pemadaman listrik ini mengancam sektor pakaian jadi Bangladesh yang menyumbang lebih dari 80% ekspor dan pemasok-pemasoknya seperti Walmart, Gap Inc, H&M, VF Corp, Zara, dan American Eagle Outfitters.
Hilangnya ekspor tersebut akan memperburuk masalah cadangan dolar negara itu, yang telah anjlok hampir sepertiga dalam 12 bulan hingga akhir April ke level terendah dalam tujuh tahun, dan membatasi kemampuannya untuk membayar impor bahan bakar.
“Seluruh negara hampir tanpa listrik. Orang-orang sakit karena cuaca panas ekstrem,” kata Ruhul Kabir Rizvi, pemimpin senior oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh, dikutip dari Al Jazeera.
“Tidak ada listrik selama 10 hingga 12 jam setiap hari. Listrik padam di malam hari, kami tidak bisa tidur,” kata Mohammad Sharif, seorang pegawai swasta yang tinggal di pinggiran ibukota.
(bbn/ggq)