“Informasi yang kami dapat, 20% dari saham publik Vale Indonesia itu ya dia-dia juga. Perusahaan cangkang untuk mengelabui kita di republik ini,” terang Bambang, Senin (5/6/2023).
Menurut Bambang, pemegang sekitar 20% saham publik INCO adalah dana pensiun (dapen) Sumitomo Metal Mining. Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. sendiri sudah memiliki 15,03% saham INCO.
Sementara, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), publik memiliki 21,18% saham INCO. Mengacu pada pernyataan Bambang, maka Grup Sumitomo memiliki 36,21% saham INCO.
Porsi kepemilikan tersebut melebihi kepemilikan pemerintah Indonesia melalui PT Indonesia Asahan Aluminium yang sebesar 20%. Ditambah dengan divestasi 11%, maka kepemilikan pemerintah baru sebesar 31%.
Menurut Bambang, kondisi tersebut membuat posisi negara yang diwakilkan oleh MIND ID jauh dari kata kuat.
“Kami tidak akan sepakat dengan divestasi saham Vale Indonesia [sebesar] 11%. Kalau seperti itu kasihan dong Presiden Jokowi [Jokowi] dibohongi, pura-pura 51% dikuasai negara. Padahal mereka itu kuasai nikel, sumber daya alam yang penting saat ini,” ujarnya.
Menanggapi dugaan tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mencari tahu siapa sebenarnya penguasa saham perusahan tambang nikel PT Vale Indonesia Tbk. yang diperjualbelikan di pasar modal.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan upaya tersebut dilakukan untuk memastikan apakah saham publik Vale Indonesia benar-benar dikuasai oleh masyarakat Indonesia. Besarnya porsi kepemilikan asing pada saham publik perusahaan tersebut berpengaruh terhadap rencana divestasi saham sebagai syarat perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
“Kepemilikan asing yang ada di saham publik Vale Indonesia itu perlu kita cek lagi ke OJK [Otoritas Jasa Keuangan]. Karena itu terkait dengan aturan bursa dan kita tetap mengedepankan good governance ya,” katanya.
(dhf/dba)