Sebelumnya, China juga dilaporkan mengalami masalah serupa. Negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia itu untuk kali pertama sejak 1961 mengalami penyusutan populasi.
Pada 2022, jumlah penduduk Negeri Tirai Bambu tercatat 1,41 miliar jiwa. Berkurang 850.000 dibandingkan tahun sebelumnya.
Sejak 2013, pertumbuhan populasi China cenderung melambat. Meski pada 2015 kebijakan 1 keluarga satu anak (one child policy) sudah dicabut, tetap saja tidak membuat populasi tumbuh signifikan.
Populasi dan Pertumbuhan Ekonomi
“Perlambatan pertumbuhan populasi akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Kunci pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan angkatan kerja dan produktivitas. Pertumbuhan ekonomi akan melambat ketika pertumbuhan angkatan kerja melambat,” papar Loretta Mester, Presiden Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve/The Fed Cleveland dalam pidatonya yang berjudul Demographics and Their Implications for the Economy and Policy.
Pertambahan populasi yang menua (aging population), lanjut Mester, akan berdampak negatif terhadap produktivitas. Inovasi dan aktivitas pekerja akan memuncak pada usia 30-40 tahun. Saat lebih dari itu, seorang pekerja biasanya hanya mengalami stagnasi dan kinerjanya menurun hingga memasuki masa pensiun.
Oleh karena itu, Jepang dan China tengah berupaya untuk mencegah perlambatan populasi. China, seperti yang disinggung sebelumnya, sudah mencabut one child policy pada 2015. Pemerintah juga memberikan berbagai kemudahan seperti subsidi pendidikan dan perumahan untuk merangsang pasangan menambah keturunan.
Sedangkan di Jepang, pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida akan menggelontorkan dana JPY 3,5 triliun (Rp 375 triliun) sebagai upaya meningkatkan populasi. Insentif pajak akan diberikan agar rumah tangga mampu menyediakan dana untuk membesarkan anak.
"Dalam mengamankan pendanaan untuk kebijakan angka kelahiran, kita tidak boleh merusak ekonomi atau mengurangi pendapatan bagi kaum muda atau mereka yang membesarkan anak," tegas Kishida, sebagaimana diwartakan Bloomberg News.
Populasi Indonesia Masih Tumbuh
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia juga mengalami masalah yang sama dengan Jepang dan China?
Mengutip hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah populasi Indonesia adalah 270,2 juta jiwa. Sementara data terkini dari Worldometer, jumlah penduduk Tanah Air saat ini ada di 282,2 juta jiwa.
Seperti Jepang dan China, pertumbuhan populasi Indonesia pun melambat. Menurut catatan Bank Dunia, populasi Indonesia tumbuh 0,7% pada 2021. Lebih rendah dibandingkan Malaysia yang tumbuh 1,1%.
Meski begitu, populasi Indonesia masih didominasi warga usia produktif. Median usia populasi di Indonesia adalah 29,7 tahun. Bandingkan dengan Jepang yang 48 tahun atau China yang 38,4 tahun.
Oleh karena itu, Indonesia kerap disebut memiliki bonus demografi. Tingginya jumlah penduduk usia produktif akan menjadi modal besar untuk menumbuhkan aktivitas ekonomi.
Namun, bonus ini baru bisa termanfaatkan secara optimal jika populasi memiliki kualitas. Ini masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.
UNDP melaporkan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI) Indonesia berada di 0,705 pada 2021, turun 0,004 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Indonesia berada di peringkat 114 dari 191 negara.
Pencapaian ini cukup jauh dibandingkan negara-negara tetangga. Singapura, misalnya, memiliki skor HDI 0,939 dan menempati peringkat 12 dunia.
Kemudian Malaysia dengan skor HDI 0,803 berada di rangking 62 dunia. Lalu Thailand punya skor HDI 0,800 dan berada di posisi 66.
Untuk penduduk yang bekerja, kualitas Indonesia juga bisa dibilang kurang. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, 60,12% tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor informal per Februari 2023. Naik dibandingkan setahun sebelumnya yaitu 59,97%.
“Meski sulit untuk digeneralisasi, karakteristik sektor informal biasanya ditandai dengan minimnya perlindungan bagi pekerja, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa pemberitahuan, kondisi kerja yang tidak aman dan tidak sehat, serta ketiadaan uang pensiun, cuti, dan asuransi,” sebut laporan ILO yang berjudul Informal Economy in Indonesia and Timor-Leste.
Indonesia memang memiliki keuntungan demografis dibandingkan Jepang atau China. Namun keuntungan itu akan sulit terwujud tanpa manusia yang berkualitas. Ini menjadi pekerjaan yang harus dituntaskan, karena jika tidak maka bonus demografi Indonesia akan berlalu dengan sia-sia.
(aji/roy)