Berdasarkan penelusuran data Bursa Efek Indonesia (BEI) lebih lanjut, dari porsi 28,90% pemodal nasional itu, 20% diantaranya adalah porsi kepemilikan saham MIND ID melalui PT Indonesia Asahan Aluminium.
Artinya, porsi kepemilikan saham publik lokal hanya sebesar 8,90%. Tidak diketahui siapa saja di balik porsi kepemilikan ini.
Sementara, dalam data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) juga tidak ditemukan nama pemegang saham besar selain Vale Canada Limited, Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. dan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID).
Vale Canada Limited memiliki 43,79% saham INCO. Selain pemegang saham terbesar, Vale Canada adalah pengendali perusahaan.
Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. memiliki 15,03% saham INCO. Kemudian, MIND ID melalui PT Indonesia Asahan Aluminium memiliki 20% saham dan publik memiliki 21,18% saham.
Data KSEI hanya memuat nama pemegang saham dengan porsi kepemilikan di atas 5%. Di bawah ini, nama tidak muncul dalam daftar.
Investigasi Lanjutan
Porsi kepemilikan tersebut, membuat kepemilikan asing melebihi kepemilikan MIND ID yang ditambah dengan hasil divestasi 11% saham INCO pun jumlahnya masih 31%.
Menurut Bambang, kondisi tersebut membuat posisi negara yang diwakilkan oleh MIND ID jauh dari kata kuat.
“Kami tidak akan sepakat dengan divestasi saham Vale Indonesia [sebesar] 11%. Kalau seperti itu kasihan dong Presiden Jokowi [Jokowi] dibohongi, pura-pura 51% dikuasai negara. Padahal mereka itu kuasai nikel, sumber daya alam yang penting saat ini,” ujarnya.
Menanggapi dugaan tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mencari tahu siapa sebenarnya penguasa saham perusahan tambang nikel PT Vale Indonesia Tbk. yang diperjualbelikan di pasar modal.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan upaya tersebut dilakukan untuk memastikan apakah saham publik Vale Indonesia benar-benar dikuasai oleh masyarakat Indonesia. Besarnya porsi kepemilikan asing pada saham publik perusahaan tersebut berpengaruh terhadap rencana divestasi saham sebagai syarat perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
“Kepemilikan asing yang ada di saham publik Vale Indonesia itu perlu kita cek lagi ke OJK [Otoritas Jasa Keuangan]. Karena itu terkait dengan aturan bursa dan kita tetap mengedepankan good governance ya,” katanya.
Vale Indonesia akan melakukan divestasi sahamnya sebesar 11% untuk sebagai syarat persyaratan perpanjangan operasinya. Untuk memperpanjang IUPK, porsi kepemilikan saham oleh negara paling sedikit adalah 51% sesuai amanat Undang-Undang (UU) No. 3/2020 tentang Perubahan atas UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Adapun, pemegang saham terbesar Vale Indonesia adalah Vale Canada dengan kepemilikan saham 43,79%. Berikutnya, adalah holding BUMN tambang MIND ID dengan kepemilikan 20% dan Sumitomo Metal Mining sebesar 15,03%. Adapun, kepemilikan publik pada Vale sebesar 21,18%.
“Sejauh ini, kalau berdasarkan pada aturan perundangan-undangan Vale sudah mendivestasikan sahamnya 40%. [Sebanyak] 20% ke MIND ID dan 20% sisanya ditawarkan ke publik,” ujar Arifin.
Arifin menjelaskan MIND ID menyelesaikan transaksi pembelian 20% saham divestasi Vale pada Oktober 2020. Holding MIND ID beranggotakan PT Aneka Tambang Tbk. atau Antam, PT Bukit Asam Tbk., PT Freeport Indonesia, PT Inalum (Persero), dan PT Timah Tbk.
Transaksi tersebut merupakan bagian dari kewajiban divestasi 51% Vale Indonesia sebagai syarat peralihan status kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Izin operasi Vale Indonesia melalui KK yang terakhir diperbarui pada Januari 1996 akan berakhir pada 28 Desember 2025.
“Nah kenapa ini ada 20% saham publik? Karena waktu itu sudah ditawarkan tetapi tidak ada yang menyerap. Akhirnya ditawarkan ke publik karena MIND ID juga tak mau waktu itu, hanya menyerap 20% dari yang divestasikan,” tuturnya.
(dhf/dba)