Logo Bloomberg Technoz

“Para pelaku industri manufaktur harus dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk mengembangkan usahanya, dengan menciptakan produk yang berkualitas dan kompetitif,” ujar Agus.

Selain itu, pemerintah akan kembali memacu program Bangga Buatan Indonesia (BBI) untuk mengerek permintaan domestik terhadap produk manufaktur lokal. Beberapa langkah yang ditempuh untuk program tersebut a.l.  melakukan lebih banyak temu bisnis atau business matching produk lokal, identifikasi kebutuhan belanja pemerintah, substitusi impor, pembelian via e-katalog. 

“Apabila permintaan produk dalam negeri terus menguat, kami optimistis laju PMI manufaktur dan IKI [Indeks Kepercayaa Industri] akan kembali melambung. Bahkan, Kementerian Perindustrian juga fokus untuk menjalankan kebijakan strategis lainnya seperti penghiliran industri,” imbuhnya.

Sekadar catatan, PMI manufaktur Indonesia pada Mei mampu mengungguli Malaysia (47,8), Taiwan (44,3), Vietnam (45,3), Korea Selatan (48,4), Inggris (47,1), Belanda (44,2), Jerman (43,2), Prancis (45,7), dan Amerika Serikat (48,4). Bahkan juga di atas level agregat PMI manufaktur Dunia (49,6) dan Zona Eropa (44,8).

Di sisi lain, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Mei 2023 berada di level 50,9. “Dapat dilihat bahwa hasil PMI manufaktur sejalan dengan hasil IKI yang telah kami rilis pada akhir Mei kemarin,” tutur Agus.

Pabrik di Asia Tenggara (Sumber: Bloomberg)

Pelemahan Sudah Terprediksi

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menjelaskan penurunan PMI pascaperiode puncak konsumsi atau Ramadan-Idulfitri sebenarnya merupakan hal yang wajar.

“Namun, seharusnya tidak seanjlok ini dan masih bisa distimulasi karena daya beli [domestik] masih cukup stabil meskipun stimulus pertumbuhan permintaan di pasar eksternal  [ekspor] terus melemah,” ujarnya saat dihubungi, Senin (5/6/2023).  

Selain akibat turunnya permintaan dari pasar domestik dan internasional, Shinta menyebut lesunya kinerja manufaktur terjadi akibat kurangnya stimulus iklim usaha yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas serta efisiensi beban produksi manufaktur.

Hal tersebut tecermin dari masih sulitnya industriawan dalam mengimpor bahan baku/penolong akibat suku bunga pinjaman riil yang tinggi serta minimnya reformasi struktural baru yang berfungsi untuk menciptakan tingkat efisiensi beban/biaya usaha yang lebih tinggi di sektor manufaktur.  

“Padahal, kondisi pasar yg ber-demand lemah menuntut pelaku usaha untuk makin efisien dan menciptakan produk-produk yg makin affordable [terjangkau] di pasar. Jadi saya rasa hal-hal ini juga perlu diperhatikan dan dibenahi dalam jangka pendek, di samping bentuk stimulus atau bantuan lain seperti percepatan realisasi APBN, perluasan kredit usaha yang affordable, fasilitasi untuk diversifikasi produk dan psar tujuan ekspor, serta lainnya,” terangnya.

Aktivitas manufaktur menggeliat lagi menyusul pembukaan kembali perekonomian China (Bloomberg)

Ketua Bidang Industri dan Manufaktur Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Johnny Darmawan juga mengatakan penurunan PMI tersebut sudah diprediksi oleh pelaku industri. 

“Karena memang permintaan ini terus menerus turun. Apalagi permintaan dari negara-negara yang selama ini jadi andalan atau tulang punggung ekspor Indonesia. Negara-negara seperti Amerika Serikat, negara-negara di Eropa itu kan sedang mengarah pada krisis ekonomi atau resesi,” ujarnya saat dihubungi, Senin (5/6/2023).

Lebih lanjut, Johnny mengatakan keyakinan atau kepercayaan konsumen untuk membeli barang di dalam negeri pun cenderung menurun. Hal tersebut turut menjadi kontributor pelemahan kinerja manufaktur pada bulan lalu.

“Permintaan domestik pun cenderung menurun dari bulan-bulan sebelumnya pada Mei 2023. Lalu kenapa kemarin-kemarin itu PMI manufakturnya kita lumayan baik? Karena itu akibat dari adanya permintaan yang tertunda dari sebelumnya,” jelasnya.

Mengantisipasi penurunan lebih dalam pada bulan-bulan berikutnya, Johnny mengatakan pelaku industri masih terus berupaya memperluas pangsa pasar ekspornya ke mitra-mitra dagang nontradisional.

“Ini perlu bantuan pemerintah juga dengan kerja sama-kerja sama agar produk manufaktur Indonesia jangan sampai tidak kompetitif. PMI manufaktur ini harus dijaga jangan sampai di bawah 50 karena kalau sudah di bawah itu arahnya bakal deindustrialisasi bukan industrialisasi. Namun, sejauh ini kondisi kita masih cukup baik ya,” ujar Johnny.

(wdh)

No more pages