Selain memacu produksi lokal, Arief mengatakan diversifikasi pangan pokok di Indonesia kian mendesak untuk dilakukan. Salah satunya adalah dengan memacu konsumsi sumber karbohidrat dari umbi-umbian seperti talas dan ubi.
“Itu semua harus didorong karena berdasarkan skor PPH [pola pangan harapan], kita itu kelebihan [konsumsi] minyak dan beras, tetapi kekurangan ubi-ubian, protein, dan serat. Jadi itu harus kita dorong,” tuturnya.
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa sebelumnya tidak menampik produksi beras Indonesia memang mengalami penurunan selama tujuh tahun terakhir. Bahkan, produksi jauh dari kata menggembirakan saat fenomena La Nina terjadi tiga tahun belakangan.
La Nina adalah fenomena menurunnya suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah. Fenomena tersebut potensi pertumbuhan awan dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia.
“Produksi beras Indonesia itu sejak 2015 kalau dirata-rata setiap tahunnya turun 0,23%. Ini perlu menjadi perhatian. Apalagi, waktu terjadi La Nina, produksi beras kita tidak meningkat yang mana seharusnya kan meningkat karena curah hujan tinggi,” katanya kepada Bloomberg Technoz, Selasa (30/5/2023).
Terkait dengan rencana pemangkasan kuota ekspor beras oleh Vietnam, Dwi berpendapat hal tersebut tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Terlebih, Indonesia sudah menjajaki ekspor beras dengan sejumlah eksportir beras utama, salah satunya India.
“‘Masih ada negara eksportir lainnya, India itu salah satunya. Jadi tidak perlu khawatir. Langkah Vietnam ini juga dilakukan tidak sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan domestik sebenarnya,” ujarnya.
Dwi –yang juga Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB)– menambahkan pemangkasan kuota impor beras oleh Vietnam merupakan upaya untuk menjaga harga. Pasokan yang terlampau banyak akan membuat harga komoditas pangan itu menjadi rendah dan tidak memberikan keuntungan bagi negara eksportir.
“Hukum permintaan penawaran saja, Vietnam mencoba menjaga harga agar tidak terlampau rendah karena pasokannya banyak,” tuturnya.
Vietnam mengumumkan akan memangkas kuota ekspor berasnya sebanyak 4 juta ton atau senilai U$2,62 miliar hingga 2030 mendatang. Kekhawatiran muncul lantaran Indonesia selama ini bergantung pada impor beras dari Negeri Paman Ho.
Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan selama Januari—April tahun ini, Vietnam telah mengekspor beras senilai US$149 juta, jauh di atas realisasi senilai US$58 juta yang tercatat pada periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan tajam impor beras dari Vietnam ditopang oleh Indonesia sebagai pembeli beras terbesar ketiga dari negara Indochina tersebut, setelah Filipina dan China.
(wdh)