Ini jadi kali kedua Arab Saudi mengeluarkan langkah pembatasan. Sebelumnya –yang disepakati dua bulan lalu– gagal menjadikan reli harga dalam jangka panjang. Kelompok ini mengumumkan pengurangan pasokan sekitar 1,6 juta barel per hari pada awal April. Dalam perkembangannya, sejak saat itu data ekonomi yang melemah, utamanya dari China, telah membebani kontrak futures minyak dunia. Dimana telah terjadi penurunan harga 11% di New York pada Mei lalu.
West Texas Intermediate (WTI) melonjak sekitar hampir 5% di awal sesi perdagangan sebelum akhirnya terjadi koreksi, di atas US$73 per barel. Pasokan minyak dunia, Brent, naik ke posisi US$78 per barel-nya.
Pengurangan produksi minyak oleh Arab Saudi bulan depan bisa membuat pasar tegang, dengan kemungkinan kebijakan ini akan bertahan lama, kata Abdulaziz. Pernyataan dia telah berulang kali bertujuan untuk mematahkan para spekulan minyak yang memandang bearish, dan menyatakan agar mereka “waspada” jelang pertemuan hari Minggu.
“Dalam jangka pendek, harga minyak mentah akan sangat bergantung pada ‘test of wills’,” jelas Bob McNally, presiden firma konsultan Rapidan Energy Group dan mantan pejabat Gedung Putih. Ini akan menjadi pertarungan "antara Arab Saudi yang mencari stabilitas, di saat bersamaan para pedagang berhitung bahwa pasar akan bearish.”
Langkah Arab Saudi untuk meningkatkan harga ekspor minyak membutuhkan pengorbanan market share dalam tahap lanjutan. Permintaan minyak dunia diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi tahun ini, namun pemangkasan tambahan yang diumumkan pada hari Minggu akan menjadikan produksi Saudi tersisa 9 juta barel per hari di bulan Juli.
9 juta barel adalah yang terendah sejak Juni 2021, saat produksi masih belum pulih efek dari pandemi Covid-19.
Pemenang dari pertemuan OPEC+ akhir pekan lalu adalah UEA. Mereka mendapat dorongan melampaui batas produksi tahun depan. Pada bagian lain, beberapa anggota Afrika diminta untuk menyerahkan sebagian dari kuota yang tidak terpakai. Menteri Energi Suhail Al Mazrouei berterima kasih pada sesama anggot OPEC+ atas peningkatan ini dan menyatakan kesetiaan negara ini pada kartel.
"Kami selalu mendukung OPEC dan akan selalu bersama," kata Al Mazrouei, yang sekaligus menjadi pernyataan penting dari sebuah negara dimana pada satu kesempatan sebelumnya mengancam akan keluar dari OPEC+ karena tidak mendapatkan kuota yang lebih tinggi.
Rusia, negara penghasil minyak terbesar kedua dan anggota OPEC+, tidak punya kewajian mengurangi pasokan minyak tahun ini. Namun seperti halnya negara lain, Rusia tetap memperpanjang pembatasan yang sudah ada selama 12 bulan hingga akhir 2024.
Peta persaingan antara Moskow dengan kelompok OPEC Timur Tengahnya di pasar Asia makin menjadi, sejak Eropa melarang sebagian besar impor minyak mereka.
Ada juga pertanyaan mengenai apakah Rusia telah sepenuhnya menerapkan pemangkasan produksi yang dijanjikannya dalam beberapa bulan terakhir karena tingginya volume ekspor mereka.
Ihwal kesepakatan OPEC+ sempat tertunda selama beberapa waktu karena terjadi lobi antar menteri soal detail. Hal yang menjadi perdebatan adalah revisi pada ambang dasar yang menjadi acuan pengukuran pemangkasan produksi beberapa negara. Angola dan Nigeria, yang telah berupaya memenuhi target produksi sejak 30 tahun lalu, menjadi negara-negara di Afrika yang menentang, kata para delegasi.
Meskipun negara-negara tersebut tidak dapat sepenuhnya memanfaatkan kuota produksinya saat ini, mereka tidak mau melepaskannya, kembali kata para delegasi.
Beberapa dari negara OPEC+ sedang mencari pendanaan baru untuk meningkatkan produksi di masa mendatang dan kesepakatan kuota produksi OPEC+ yang terbatas dapat merusak ketertarikan investor asing.
Ini adalah langkah pahit yang harus mereka telan. Pembicaraan hingga larut malam terjadi pada Sabtu di hotel-hotel Wina dan berlanjut di kantor OPEC pada hari Minggu. Pada akhirnya, terjadi kesepakatan, dimana negara-negara Afrika setuju menurunkan batas produksi, dengan tunduk pada review independen atas kapasitas produksi mereka.
(bbn)