Sekitar 40% profesional keuangan mengatakan mereka sudah bekerja dari kantor selama empat hari seminggu atau lebih, berdasarkan survei MLIV Pulse, kira-kira dua kali lipat jumlah pegawai yang mengatakan mereka lebih suka bekerja dari kantor.
Meskipun sektor keuangan masih belum memperlihatkan angka PHK yang sama besarnya dengan sektor teknologi atau ritel, sebuah laporan dari Challenger, Gray & Christmas Inc., sebuah perusahaan coaching eksekutif, menunjukkan bahwa industri tersebut telah memangkas hampir 37.000 pekerjaan di Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun ini. Angka tersebut naik 320% dari periode yang sama tahun lalu.
Goldman Sachs Group Inc. sedang merencanakan PHK putaran ketiga dalam kurun waktu kurang dari satu tahun karena pembuat kesepakatan masih lamban. Morgan Stanley telah memulai PHK putaran kedua dalam waktu kurang dari enam bulan.
Terlepas dari angka PHK perusahaan besar, Andy Challenger, wakil presiden Challenger, mengatakan gambaran bagi para profesional perbankan utuk mencari pekerjaan tidak seburuk kelihatannya. Pengusaha AS menambahkan sekitar 339.000 pekerjaan pada bulan Mei, yang menunjukkan ledakan gaji yang melampaui ekspektasi dan memperkuat persepsi bahwa posisi ekonomi pekerja tetap relatif kuat.
“Saat melihat pasar tenaga kerja secara keseluruhan, dan melihat ke sektor keuangan, pengangguran tetap sangat rendah. Rendah secara historis,” kata Challenger. “Masih ada kesempatan kerja yang tersedia, dan perusahaan masih membuka lowongan. Jadi bukan pasar yang buruk untuk keluar dan mencari.”
Berdasarkan jajak pendapat MLIV Pulse, PHK tidak mempengaruhi seberapa sering para pegawai datang ke kantor. Hanya sekitar 1 dari 10 profesional Wall Street yang mengatakan perampingan baru-baru ini telah memotivasi mereka untuk lebih sering masuk ke kantor.
Yang lebih sulit adalah mencari pekerjaan lain di sektor yang memiliki jadwal lebih fleksibel, kata Challenger. Karena banyak perusahaan keuangan besar mengubah kebijakan kerja dari rumah atau work from home (WFH) secara beruruan. Namun, lebih dari dua pertiga bank menawarkan fleksibilitas penuh atau pengaturan hybrid terstruktur, menurut survei oleh Scoop Technologies Inc., sebuah perusahaan yang membantu mengkoordinasikan tim hybrid.
Beralih dari mewjibkan dua hari bekerja di kantor menjadi tig hari, dapat menimbulkan sejumlah keluhan, tapi tidak akan membuat mereka berhenti, kata Rob Sadow, salah satu pendiri dan CEO Scoop. Namun ketika mencoba melewati ambang batas empat hari, para pengusaha mungkin mulai melihat perubahan yang dinamis.
“Empat hari sepekan atau lebih, banyak orang yang akan mencari pilihan lain yang ada,” bahkan jika lingkungan ekonomi makro yang sulit pada akhirnya mengarahkan mereka untuk tetap bertahan, katanya.
“Karyawan gugup untuk memberi sedikit saja pada fleksibilitas. Karena mereka pikir jika memberi sedikit, mungkin pengusaha akan terus menarik,” kata Sadow tetang jumlah responden survei yang mengatakan mereka akan berhenti jika diminta untuk masuk ke kantor lebih sering. “Jadi, Anda mungkin melihat retorika atau tanggapan yang sangat kuat tentang fleksibilitas, karena mereka pikir mereka tidak hanya akan diminta masuk ke kantor lebih sering, tapi merupakan pintu gerbang sebelum diminta masuk kantor jam penuh.”
Untuk saat ini, penentu paling kuat dari seberapa banyak waktu yang dihabiskan karyawan di kantor tampaknya adalah kebijakan perusahaan. Sekitar 86% profesional keuangan mematuhi mandat di kantor perusahaan mereka. Mereka yang tidak memenuhi persyaratan mengatakan bahwa sering kali, mereka tidak menghadapi konsekuensi apapun. Dari 1.320 profesional keuangan yang disurvei, hanya 28 yang mengatakan bahwa mereka telah ditegur oleh manajer atau HRD karena tidak patuh. Lima responden mengatakan mereka menghadapi hukuman terkait kompensasi dan dua mengatakan mereka menghadapi PHK.
Para pemimpin kota adalah salah satu yang blak-blakan meminta para pegawai kembali bekerja di kantor. Mereka khawatir tentang dampak bekerja secara remote terhadap pusat kota. Misalnya di kota New York, kehilangan lebih dari US$12 miliar pertahun karena para pekerja menghabiskan 30% lebih sedikit bekerja di kantor, dan hal tersebut memberikan lebih sedikit bisnis kepada vendor Manhattan selama sepekan, menurut analisis Bloomberg News.
New York, bersama Chicago, San Francisco, dan Philadelphia, masih mengalami penurunan tajam pada penjualan saat jam makan siang dibandingkan sebelum pandemi, menurut penyedia perangkat lunak manajemen restoran Toast. Sebuah tren yang disebabkan oleh kerja hybrid dan inflasi yang meningkatkan biaya makan di luar.
Survei MLIV Pulse menunjukkan bahwa bahkan para profesional keuangan, yang biasanya punya lebih banyak pendapatan yang dibelanjakan daripada rata-rata penduduk kota, mengatur pengeluaran mereka di hari kerja: Sementara setengahnya melaporkan bahwa kebiasaan makan mereka pasca-pandemi tidak berubah sama sekali, sekitar sepertiganya membawa makan siang sendiri, makan makanan kantor, atau langsung pulang tanpa pergi minum sepulang kerja seperti biasanya.
MLIV Pulse merupakan survei mingguan pembaca Bloomberg News di terminal dan secara online, dilakukan oleh tim Markets Live Bloomberg, yang juga menjalankan Blog MLIV 24/7 di terminal. Survei tentang kembali bekerja di kantor, yang dilakukan 29 Mei-2 Juni 2023 mendapatkan tanggapan dari manajer portofolio, peneliti, ahli strategi, ekonom, pedagang, banjir investasi, serta investor ritel
(bbn)