Pertemuan ini dihadiri oleh anggota BRICS dan 14 negara undangan yakni Arab Saudi, Argentina, Bangladesh, Burundi, Komoro, Gabon, Guinea-Bissau, Iran, Kazahstan, Kuba, Mesir, Republik Demokratik Kongo, Uni Emirat Arab, dan Uruguay. Tahun ini Indonesia telah diundang pada sejumlah pertemuan BRICS di bawah keketuaan Afrika Selatan.
Oleh karena itu menurut Indonesia, ada dua hal yang perlu didorong oleh BRICS. Pertama, memperjuangkan hak pembangunan setiap negara.
“Kita semua ingin memberikan kesejahteraan bagi rakyat dan menjadi negara maju. Tapi kita tidak dapat melakukannya jika hak atas pembangunan terus dilanggar,” ujarnya.
Sejarah mencatat negara berkembang banyak mengalami ketidakadilan ekonomi. Negara-negara yang disebut Global South itu padahal berhak untuk menjadi bagian dari rantai pasok global dan bebas dari diskriminasi perdagangan dan perangkap utang.
Isu ini sebelumnya juga telah diangkat oleh Presiden Jokowi dalam pertemuan KTT G7 Outreach di Hiroshima beberapa waktu lalu.
“Saya harap BRICS dapat ikut mendukung upaya ini dan tidak menjadi bagian dari ketidakadilan ekonomi,” kata Retno.
Hal kedua, memperkuat multilateralisme agar dapat berfungsi dengan baik. Multilateralisme kata dia harus inklusif. “Reformasi tersebut harus mempertimbangkan suara dan kepentingan negara-negara berkembang. BRICS dapat menjadi katalis untuk reformasi ini,” kata Retno.
Menlu dalam kesempatan itu menilai positif soal BRICS membentuk Bank Pembangunan Baru yang menghadirkan perspektif segar dalam sistem keuangan global yang menurutnya sudah kedaluwarsa.
“Mari bekerja bersama untuk membangun masa depan dunia yang lebih cerah,” kata dia.
(ezr)