Dalam pemilihan presiden Minggu lalu, Erdogan mengalahkan Kemal Kilicdaroglu yang artinya mempepanjang kekuasaannya menjadi tiga periode. Lira sejak itu jatuh ke rekor terendah 20,7 terhadap dolar, kehilangan lebih dari 3,5% nilainya.
Apa Kata Ekonom Bloomberg
“Kami memperkirakan pergeseran kebijakan ekonomi menuju ortodoksi di akhir tahun, termasuk kenaikan suku bunga bank sentral. Langkah seperti itu kemungkinan akan meredam aktivitas ekonomi, mendorong perkiraan kami pada perlambatan pertumbuhan di semester kedua. Kami memperkirakan pertumbuhan PDB pada akhir tahun secara tahunan sebesar 2,9%.”
— Selva Bahar Baziki, ekonom.
Turki adalah negara dengan ekonomi pertumbuhan tercepat di antara negara-negara G-20 lalu setelah Arab Saudi dan India, dengan pertumbuhan lebih dari 5%. Pemerintahan Erdogan memicu ekspansi itu melalui pinjaman murah dan tagihan listrik yang disubsidi besar-besaran, serta kenaikan upah minimum dan pensiun.
Pergerakan itu telah mengorbankan stabilitas mata uang mereka dan tingkat inflasi di negara itu, dengan inflasi memuncak mendekati 86% tahun lalu. Angkanya telah melambat tetapi masih hampir 44%, lebih tinggi dari negara manapun di G-20 kecuali Argentina.
Dengan kemenangan ini, para pejabat di bawah Erdogan bersiap untuk mengalihkan fokus mereka ke pelebaran defisit dalam anggaran dan neraca berjalan.
Pertumbuhan ekonomi akan turun menjadi 1,6% pada kuartal kedua tahun-ke-tahun, menurut survei analis Bloomberg, dan menjadi 2,7% untuk tahun 2023 secara keseluruhan.
Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (EBRD) bulan ini memangkas estimasi pertumbuhan PDB Turki pada 2023 menjadi 2,5%, dari 3%, mengutip alasan kerentanan eksternal atas tekanan pada lira dan defisit neraca berjalan yang besar.
Pada kuartal pertama, PDB Turki naik 0,3% dari tiga bulan sebelumnya. Anga itu di bawah perkiraan para analis dalam survei Bloomberg sebesar 0,5%.
--Dengan asistensi Joel Rinneby.
(bbn)