"Nah dengan pembatasan itu, sebenarnya satu orang bisa punya perusahaan 4 dan 5 karena bicara kuota untuk keluar nah kenapa enggak dibuka?" katanya.
Meski demikian perihal polemik yang muncul, Diana menilai pemerintah perlu menjelaskan dasar kajian dari kebijakan izin ekspor pasir laut kepada publik. Di sisi lain, ia mengaku bahwa Kadin sendiri telah diajak diskusi oleh pemerintah sebelum penerbitan izin usaha tersebut.
Pemerintah pada 15 Mei 2023 menerbitkan PP Nomor 26 Tahun 2023 yang memasukkan ketentuan baru baru soal pengelolaan dan pemanfaatan pasir laut. Dalam aturan itu, ekspor pasir laut kembali diperbolehkan dengan sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha.
Lampu hijau ekspor pasir laut tertuang dalam Pasal 9 ayat (2) PP tersebut. Ekspor dapat dilakukan apabila kebutuhan pasir laut di dalam negeri untuk reklamasi, pembangunan infrastruktur pemerintah, dan prasarana oleh swasta, sudah terpenuhi.
“Pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan/atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 9 ayat (2) PP baru itu.
Sebelum diberikan lampu hijau oleh Jokowi, ekspor pasir laut sempat dilarang selama 20 tahun dengan tujuan mencegah kerusakan lingkungan khususnya tenggelamnya pulau-pulau kecil di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau.
Berbagai kajian menyebut dampak negatif pemanfaatan pasir laut secara berlebihan. Salah satunya adalah yang berjudul Trading Sands, Undermining Lives: Omitted Livelihoods in the Global Trade in Sand karya Vanessa Lamb, Melissa Marschke, dan Jonathan Rigg yang dipublikasikan pada 2019.
“Pasir adalah sumber daya alam yang terbatas. Diambil dari sungai dan laut secara eksesif hingga melampaui pengembalian secara natural,” dikutip dari makalah itu.
Sementara negara importir pasir laut terbesar di dunia adalah Singapura. Selama ini Singapura diketahui mendatangkan pasir dari sesama negara ASEAN yaitu Kamboja, Vietnam, Malaysia, Myanmar, dan Filipina.
Namun harga pasir dilaporkan turun. Pada 2007, harganya masih di atas US$ 20/metrik ton dan pada 2016 tinggal US$ 5/metrik ton.
(ibn/ezr)