The Fed, kata Mester, hanya akan menahan bunga alias pause ketika risiko melakukan terlalu sedikit sebanding dengan risiko melakukan (kenaikan bunga) terlalu banyak. Lebih lanjut ia menjelaskan, satu-satunya alasan melewati kenaikan bunga ketika semakin jelas dibutuhkan pengetatan moneter lebih lanjut, adalah ketika terjadi volatilitas pasar yang kian ekstrem atau saat ada kejutan lain seperti kemungkinan default utang Amerika.
"Saya tidak terlalu melihat alasan bahwa kita tidak akan mengambil langkah kecil lain untuk melawan inflasi yang masih keras kepala sejauh ini," katanya.
Indeks dolar AS siang ini terpantau melanjutkan kenaikan ke level 104,32 atau menguat 0,16%. Indeks dolar AS mengukur kekuatan the greenback menghadapi 6 mata uang utama dunia. Kemarin, indeks MSCI Emerging Currency juga melemah 0,15%. Nilai tukar rupiah bertahan di Rp14.993/US$ pada pukul 12:03, Rabu (31/5/2023).
Sebelumnya, Presiden Federal Reserve Bank of Richmond Thomas Barkin mengatakan sedang mencari tanda-tanda bahwa permintaan mulai mendingin untuk meyakinkan bahwa inflasi AS akan berkurang.
"Kemungkinan besar Fed akan terus memperketat dan itu akan menyebabkan resesi," kata Shana Sissel, pendiri dan presiden Banrion Capital Management yang berbasis di Chicago, kepada Bloomberg Television. "Ini akan memakan waktu sebelum kita mulai melihat dampak nyata dari kebijakan Fed pada sistem."
Trader juga mengawasi laporan ekonomi terbaru, dengan kepercayaan konsumen AS turun ke level terendah dalam enam bulan terakhir karena pandangan tentang pasar tenaga kerja dan prospek kondisi bisnis merosot menjelang kesepakatan untuk menaikkan plafon utang.
-- dengan bantuan laporan Janine Phakdeetham dari Bloomberg News
(rui/roy)