Kendati demikian, Luhut menyebut bahwa kontrak ekspor LNG yang saat ini sudah ada dipastikan akan terus berjalan. "Kalau ekspor gas itu yang sudah kontrak kita hormati tapi yang baru kita nanti diputuskan kita akan membuat (larangan ekspor LNG), konsumsi kita kan tinggi juga," kata dia.
Dengan larangan ekspor itu, kata Luhut , nantinya Indonesia bisa beralih ke pengolahan metanol hingga petrokimia. Dia juga menyinggung megaproyek Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara).
Proses konstruksi pengolahan petrokimia tersebut akan rampung pada 2025 atau 2026. "Sekarang petrochemical kita masih impor banyak. Sekarang kita mau bikin di Kaltara, di mana, ya kita perlu gas. Kita cukup gas kita sendiri, dan kita gak perlu impor lagi," kata dia.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), produksi LNG ditargetkan mencapai sebesar 206 kargo, pada 2023. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan realisasi produksi LNG sepanjang 2022, sebesar 196 kargo.
Produksi tersebut berasal dari Kilang LNG Tangguh sebanyak 124-126 kargo dan Kilang LNG Bontang sebesar 80-81 kargo. Dari jumlah tersebut sebanyak 140,3 kargo akan diekspor.
(ibn/frg)