Sementara itu Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip, menuturkan upaya China membuka kembali ekonominya turut disertai dengan relaksasi kebijakan yang bisa menumbuhkan kembali sektor propertinya.
Diketahui, dalam tiga tahun terakhir ini, China melakukan pengetatan ekspansi bisnis propertinya dengan cara membatasi perusahaan-perusahaan properti di China untuk melakukan kegiatan penggalangan dana di pasar modal, baik pendanaan berbasis modal (equity) maupun utang atau obligasi (bond).
Namun, ia menambahkan, sejak November 2022 lalu, otoritas keuangan China telah merelaksasinya dengan membuka kembali peluang perusahaan properti di China untuk melakukan fund raising di pasar modal, meskipun masih terbatas pada instrumen berbentuk equity atau modal saham.
"Nah, kebijakan relaksasi ini diperkirakan akan membantu upaya pemulihan sektor properti di China. Kalau sektor properti di China tumbuh, hal tersebut juga akan mendorong ekspor kita seperti ekspor logam besi dan baja dan produk-produk ekspor lainnya yg dipergunakan untuk mendukung kegiatan konstruksi properti di China," katanya.
Senada dengan Sunarsip, Josua Pardede Ekonom Bank Permata mengatakan bahwa adanya pembukaan China bisa berdampak positif pada pariwisata Indonesia, mengingat China merupakan negara penyumbang wisatawan mancanegara terbesar sebelum pandemi.
"Dengan reopening China, dan Indonesia pun membuka perbatasannya bagi wisman China, maka sektor pariwisata akan semakin cepat pulih. Hal ini pada akhirnya akan mendorong occupancy rate hotel dan permintaan jasa pariwisata di tujuan utama pariwisata Indonesia, dan bisa mendorong naik harga properti terutama hotel," tuturnya.
Sebagai informasi, mengutip Bloomberg News pada Kamis (26/1/2023), sejak berakhirnya kebijakan Zero-COVID pada Desember 2022, banyak orang kaya China yang bepergian ke luar negeri untuk mencari aset properti. Ini dilakukan sebelum nantinya mereka benar-benar meninggalkan China dan memboyong seluruh asetnya ke negara pilihannya.
(krz/evs)