Korea Selatan memberikan peringatan kepada penduduk Seoul untuk mencari perlindungan, sebuah peringatan yang kemudian dikatakan dikirim karena ada kesalahan. Setelah peringatan yang diterima melalui ponsel dikeluarkan, sejumlah pejalan kaki terlihat bergegas menuju halte kereta bawah tanah. Beberapa orang berhenti berjalan untuk memeriksa ponsel mereka, namun segera melanjutkan perjalanan.
Peluncuran tersebut dilakukan setelah Korea Selatan pekan lalu berhasil meluncurkan roket dan satelit pertamanya yang dibuat dari bagian-bagian yang bersumber di negara tersebut. Mereka menunjukkan kepada dunia bahwa Korea Selatan punya kemampuan untuk mengirim satelit ke orbit dari kendaraan luar angkasa buatan dalam negeri, setelah peluncuran sebelumnya menggunakan roket dari luar negeri.
Sementara Korea Utara telah meluncurkan rentetan rudal tahun ini, mereka terakhir kali meluncurkan roket luar angkasa pada Februari 2016, ketika negara tersebut mengklaim telah menempatkan satelit observasi ke orbit sebagai bagian dari apa yang dikatakannya sebagai program luar angkasa yang sah. Satelit tersebut diperkirakan tidak pernah mencapai orbit.
Meski Korea Utara dilarang oleh resolusi Dewan Keamanan PBB untuk melakukan uji coba rudal balistik, Pyongnya telah lama mengklaim berhak memiliki program luar angkasa sipil untuk peluncuran satelit.
Berdasarkan pernyataan analis, yang memprihatinkan bukan hanya soal Korea Utara yang meningkatkan teknologi rudal balistiknya, yang sudah menampakkan kemajuan, tetapi juga tentang potensi peningkatan kemampuan Korea Utara untuk mengumpulkan informasi. Hal ini akan memberi Korea Utara kemampuan untuk memantau gerakan dari militer Amerika Serikat jauh sebelum dilakukan.
Korea Utara percaya kemampuan nuklir mereka tidak akan lengkat tanpa satelit mata-mata yang bisa mengawasi pergerakan Amerika Serikat dari langit, kata Lim Eul-chul seorang profesor di Institut Studi Timur Jauh Universitas Kyungnam, Seoul.
"Tidak berlebihan untuk mengatakan Pyongyang selama ini mengembangkan teknologi rudal balistik untuk meluncurkan satelit pengintai. Mereka telah mengembangkan ICBM, nuklir taktis, dan sebagainya. Namun argumen Korea Utara adalah mereka tidak seefektif itu tanpa satelit mata-mata," katanya.
AS dan mitranya telah memperingatkan bahwa teknologi yang berasal dari program luar angkasa Korea Utara dapat digunakan untuk memajukan teknologi rudal balistiknya.
Namun, pengujian rudal balistik Pyongyang berlangsung dengan frekuensi yang jauh lebih sering. Korea Utara telah menguji 17 di tahun 2023 sejauh ini. Termasuk jenis baru rudal balistik antarbenua berbahan bakar padat yang menurut Pyongyang dapat mengirimkan banyak hulu ledak nuklir ke daratan AS.
Dorongan AS untuk mengisolasi Rusia atas perang Vladimir Putin di Ukraina, ditambah dengan meningkatnya permusuhan terhadap china, telah memungkinkan Kim untuk memperkuat teknologi persenjataannya tanpa takut menghadapi lebih banyak sanksi di Dewan Keamanan PBB.
Hampir tidak ada kemungkinan bagi Rusia atau China, yang memiliki hak veto di dewan tersebut, akan mendukung tindakan apapun terhadap Korea Utara. Seperti yang mereka lakukan pada 2017 setelah serangkaian uji coba senjata yang mendorong mantan Presiden Donald Trump memberi peringatan 'api dan amarah'.
"Masalahnya saat ini adalah Dewan Keamanan PBB tidak berfungsi karena China dan Rusia berada di pihak Korea Utara," kata Naoko Aoki, seorang ilmuan politik di Rand Corp. Washington.
"Ada sanksi baru terhadap Korea Utara pada tahun 2016, tapi itu tidak mungkin dilakukan hari ini. Ini tentu saja karena permainan geopolitik yang lebih besar, termasuk persaingan AS-China dan perang di Ukraina."
--Dengan asistensi dari dari Youkyung Lee dan Isabel Reynolds.
(bbn)