Pemerintah, lanjut Sri Mulyani, akan memposisikan Indonesia secara strategis dalam geopolitik yang terjadi, juga tren kesadaran ancaman climate change yang makin meluas. "Oleh karena itu, pemerintah menggunakan instrumen fiskal dalam mempercepat transformasi ekonomi," papar Sri lebih lanjut.
Pada 2035-2040, lanjut Sri Mulyani, sudah banyak produsen kendaraan listrik yang berkomitmen untuk beralih dan 100% memproduksi mobil listrik. "Indonesia tidak boleh menjadi penonton. Apalagi Indonesia adalah produsen mineral yang sangat menentukan," katanya.
Siapa Menikmati Subsidi?
Di tengah upaya menurunkan angka kemiskinan yang kemungkinan gagal dicapai, pemerintah Jokowi merilis kebijakan insentif subsidi mobil listrik berupa diskon pajak hingga 10%.
Subsidi keringanan pajak bagi konsumen pembeli mobil listrik itu diharapkan bisa merangsang pertumbuhan industri kendaraan listrik dari hulu ke hilir. Namun, menilik harga mobil listrik yang mahal, sulit mengelak bahwa subsidi itu pada akhirnya hanya akan dinikmati oleh kalangan atas.
Dari hasil simulasi yang dilakukan oleh Divisi Riset Bloomberg Tecnoz, pembelian mobil listrik dengan fasilitas pinjaman dari bank (KKB) hanya mungkin dilakukan oleh kalangan dengan pendapatan minimal Rp12 juta hingga Rp30 juta per bulan.
Bukan hanya pembelian mobil listrik saja yang cukup menguras kantong, dari segi biaya maintenance juga tidak kecil. Berdasarkan hitungan Bloomberg Technoz, bila hendak membeli satu unit mobil listrik dengan rentang harga Rp220 juta hingga Rp680 juta, seorang pembeli perlu menyiapkan anggaran Rp2 juta sampai Rp3,5 juta untuk biaya instalasi listrik baru agar bisa melakukan charging mobil listrik di rumah.
Juga, harus pula menganggarkan kurang lebih Rp25 juta hingga Rp26 juta sebagai pengeluaran rutin per tahun untuk biaya listrik dan perawatan plus pajak.
Menurut laporan Bank Dunia yang dirilis beberapa waktu lalu, jumlah penduduk Indonesia dengan nilai pengeluaran di atas Rp6 juta per bulan hanya sebesar 1,2% dari total populasi 261 juta jiwa (2016).
Sedangkan sebanyak 20,5% penduduk termasuk kelas menengah dengan total populasi mencapai 53,6 juta orang, yaitu mereka yang memiliki pengeluaran Rp1,2 juta hingga Rp6 juta per orang per bulan.
Mayoritas masyarakat Indonesia sejauh ini masih masuk dalam kategori "menuju kelas menengah" (115 juta orang), kelompok rentan (61,6 juta orang) dan kelompok miskin (28 juta orang).
Jadi, tidak berlebihan bila banyak yang menilai insentif subsidi mobil listrik itu diperuntukkan bagi kalangan atas Indonesia yang persentasenya tak sampai 2% dari total penduduk.
(rui)