Secara realitas, 95% pasok bawang putih Indonesia selalu diamankan dari impor, khususnya China. Berdasarkan Prognosa Neraca Pangan Nasional Januari—Desember 2023, kebutuhan bawang putih nasional selama tahun ini diprediksi mencapai 652.000 ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya 18.000 ton. Adapun, stok awal atau carry over dari 2022 hanya sebanyak 143.000 ton.
Dari sisi harga, Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) mendata, per hari ini atau Selasa (30/5/2023), rerata harga nasional komoditas tersebut menembus Rp36.640/kg, terus merangkak naik dari pekan lalu senilai Rp36.340/kg. Di beberapa daerah seperti Papua Barat, harga bahkan menembus Rp52.300/kg.
Selama dua pekan terakhir, rerata nasional harga komoditas tanaman semusim berumpun itu sudah naik lebih dari 11%. Dalam kondisi normal, harga pada umumnya berada di bawah level Rp30.000/kg.
Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Bawang dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) Reinhard Antonius M. Batubara sebelumnya mengungkapkan sepanjang tahun ini anggota asosiasi belum ada yang mengimpor bawang putih.
Dia menyebut penyebabnya adalah Kemendag masih belum memberikan lampu hijau lewat penerbitan SPI, padahal Kementerian Pertanian (Kementan) telah mengeluarkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) untuk komoditas tersebut.
“RIPH dari Kementan sudah keluar untuk 170 perusahaan. Kemudian SPI dari Kemendag itu sudah keluar 37 perusahaan. Selisihnya belum keluar. Kalau yang sudah dapat RIPH itu kira-kira [volume impornya] mendapai 930.000 ton,” katanya ketika ditemui oleh awak media di Jakarta Pusat, Kamis (23/5/2023).
Reinhard mengungkapkan beberapa kali asosiasi juga sudah mengirimkan surat kepada Kemendag –yang dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri– untuk mempertanyakan perihal penerbitan SPI.
“Kami sudah bersurat tiga kali, asosiasi sudah, pelaku usaha sudah. Sudah ada tanda terimanya. Bersuratnya Maret 2023 sebanyak dua kali berselang dua pekan, April 2023 juga. […] Responsnya disuruh menunggu saja,” tuturnya.
Adapun, untuk perusahaan yang sudah berhasil mendapatkan SPI Reinhard menyebut sebagian besar bukanlah anggota dari Pusbarindo. Menurut Reinhard, hal tersebut menjadi pertanyaan besar di tengah ketidakjelasan nasib SPI yang sudah diajukan oleh importir anggota asosiasi.
(rez/wdh)