Dalam sistem proporsional tertutup, parpol menentukan terlebih dahulu siapa yang akan memperoleh kursi yang dialokasikan kepada partai tersebut dalam pemilu. Oleh karena parpol yang menentukan urutan maka yang akan mendapatkan kursi di parlemen adalah sesuai urutan nama yang dari parpol tersebut.
Sistem proporsional tertutup digunakan sejak era Orde Lama. Sistem politik menjadi demokrasi terpimpin sehingga memberi porsi kekuasaan besar kepada eksekutif.
Sistem proporsional tertutup lanjut digunakan pada Orde Baru yang menguarkan oligarki kepartaian, sehingga model ini dianggap tidak demokratis dan bisa mendorong terjadinya hegemoni partai. Sistem proporsional tertutup masih dipakai pada tahun 1999 lewat UU Nomor 3 Tahun 1999. Kemudian berubah menjadi sistem proporsional terbuka yang diatur lewat UU Nomor 12 Tahun 2003 dan yang terbaru diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Sistem proporsional terbuka
Sistem ini memberi ruang bagi pemilih untuk mencoblos calon legislatif (caleg) secara langsung, sebagaimana dilansir dari website Perludem. Oleh karena itu yang dicoblos bukanlah lambang parpol. Dengan demikian suara yang diberikan langsung kepada caleg dan menjadi acuan untuk masuk ke parlemen.
Sistem proporsional terbuka diberlakukan sejak Pemilu 2004.
Direktur eksekutif NETGRIT yang juga Komisioner KPU 2012 - 2017 Hadar Nafis Gumay menjelaskan, sistem proporsional terbuka dan tertutup jelas akan berbeda dalam format pemilihannya.
"Yang satu sistem (tertutup ini) enggak penting kampanye orang-orangnya yang penting partai politiknya saja. Yang penting caleg yang di atas yang nomor urutnya di bawah dia bilang 'ngapain gua capek-capek kampanye'. Jadi itu faktor kampanye dan sosialisasinya berbeda sekali," kata Hadar saat dihubungi, Senin malam (29/5/2023).
Sementara untuk format surat suara juga berbeda.
"Yang satu (tertutup) enggak perlu ada nama-nama orangnya, yang lain (terbuka) itu harus ada nama-nama orangnya, ada foto-fotonya. Yang dicoblos itu juga berbeda. Yang satu (tertutup) dicoblos partai politiknya yang satu boleh partai politik atau langsung dari calon-calonnya," kata dia.
"Nah yang menentukan pemenangnya juga beda lagi. Yang satu (tertutup) kalau partainya dapat 2 kursi maka yang dapat nomor urut 1 dan 2 saja (yang diurutkan partai). Tapi yang lain (sistem terbuka) kalau partai dapat 2 kursi, ya dilihat siapa yang suaranya tertinggi," tutupnya.
(ezr)