Berdasarkan pantauan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) pada Sabtu (27/5/2023), beberapa komoditas pangan seperti beras, cabai merah, lalu gula pasir, dan telur ayam ras, juga daging ayam, kompak merambat naik.
Tren kenaikan harga pangan dan sembako itu memperlihatkan bahwa tren penurunan harga pangan pasca Lebaran terbukti tidak berlangsung lama, menurut ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro. Pada Mei ini, harga rata-rata 10 bahan makanan pokok telah melonjak 1,2%, dengan tingkat inflasi tahunan hingga 14%.
Harga beras sudah naik 1,3% bila dibandingkan posisi akhir tahun (year-to-date), sedangkan secara tahunan kenaikannya sudah mencapai 6,1%.
"Itu bisa berdampak negatif pada daya beli konsumen," kata Satria.
Menurut Satria, Indonesia saat ini tengah merasakan dampak yang tertunda (pass-through) inflasi pangan global. Lonjakan harga ayam dan telur beberapa pekan ini, misalnya, bisa dikaitkan dengan lonjakan harga pakan jagung global baru-baru ini yang tercatat naik sampai 5,7% pekan lalu.
Di sisi lain, harga gula di pasar dunia juga naik 3% menyusul penurunan produksi India dan Thailand yang memperketat pasokan global.
Masyarakat Mulai Mantab (Makan Tabungan)?
Kenaikan harga pangan dan kebutuhan pokok tersebut berlangsung di tengah tren penurunan nilai simpanan masyarakat di bank.
Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, tren penurunan nilai simpanan berlangsung di semua tiering simpanan tersebut. Pada Maret lalu, rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta, tercatat turun paling besar mencapai 3,1%, setara Rp31 triliun, dibanding posisi akhir 2022, yaitu dari sebesar Rp1.020 triliun menjadi Rp989 triliun.
Begitu juga simpanan dengan nilai saldo antara Rp100 juta sampai Rp200 juta juga tergerus 2,3%, disusul penurunan nilai simpanan di rekening bersaldo jumbo di atas Rp5 miliar yang anjlok Rp99 triliun dibanding Desember 2022.
Walaupun bila dilihat per Maret saja, penurunan nilai simpanan tercatat hanya terjadi pada tiga kelompok rekening. Yaitu, rekening bersaldo Rp500 juta-Rp1 miliar (-0.1%), lalu rekening bersaldo Rp1 miliar-Rp2 miliar (-0,2%) dan rekening bersaldo Rp2 miliar hingga Rp5 miliar (-0,2%).
Sedangkan tiering saldo di bawah Rp100 juta masih mencatat pertumbuhan 1,2% dan untuk kelompok rekening bersaldo Rp200 juta hingga Rp500 juta, masih tumbuh 0,2% pada Maret lalu.
Penurunan nilai simpanan masyarakat di bank bisa dibaca dalam dua skenario. Skenario pertama, penurunan nilai simpanan sebagai cerminan masyarakat mulai giat berbelanja atau mencairkan simpanan untuk membiayai ekspansi usaha.
Skenario kedua, penurunan nilai simpanan menjadi indikasi semakin banyak masyarakat yang mencairkan duitnya di bank untuk menambal kebutuhan hidup sehari-hari. Itu pertanda kurang baik, masyarakat mulai mantab alias makan tabungan.
Apabila melihat tren bulanan di mana nilai simpanan yang menurun adalah tiering menengah dan atas (Rp500 juta-Rp5 miliar), dugaan positif yang terjadi adalah skenario pertama. Ini bisa menjadi kabar baik mengingat kelas menengah dan kelas atas adalah motor utama konsumsi negeri ini.
Di sisi lain, menilik tren kembali naiknya nilai simpanan pada Maret lalu untuk tiering saldo di bawah Rp100 juta (+1,2%), saldo Rp100-Rp200 juta (+0,1%) dan saldo Rp200 juta-Rp500 juta (+0,2%), bisa dibaca sebagai indikasi masyarakat kelas menengah bawah mulai mengerem konsumsi dengan menahan dananya di bank.
(rui)