Menjelaskan peraturan baru itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan WIUP mineral radioaktif harus diatur secara jelas lantaran Indonesia memiliki sumber daya nuklir yang cukup prospektif.
“Sumber [radioaktif] ada di beberapa sumber [mineral] lain, seperti tambang timah. Makanya, harus kita amankan karena kita perlu energi dari radioaktif ini untuk kepentingan energi ke depan. Jadi harus kita amankan, kalau enggak, habis semua nanti. Kita malah impor barang jadi karena [sumber mineral radioaktif] lolos keluar [diekspor] sebagai pasir,” ujarnya saat ditemui awak media, Jumat (26/5/2023).
Sebagai tindak lanjut dari PP tersebut, Arifin menegaskan Kementerian ESDM akan segera meneliti lokasi-lokasi WIUP mineral radioaktif. Selanjutnya, kementerian akan menerbiitkan aturan klasifikasi mengenai logam tanah jarang.
“Ini sedang disiapkan, mudah-mudahan awal bulan [Juni] sudah bisa kami keluarkan,” tuturnya.
Arifin menampik bahwa misi pengembangan energi nuklir di Indonesia membawa risiko keamanan selayaknya tragedi Fukushima. Menurutnya, seiring dengan perkembangan zaman, teknologi pengembangan nuklir di seluruh dunia sudah sangat aman.
“Bukan sekadar pembangkit nuklir yang desain lama, tetapi kan desain baru yang akan dipasang. Contohnya ini ada dua yang floating ke SMR [small modular reactors] Rusia sudah mau launching. Lalu di Turki sama Bangladesh, kemudian di Amerika; NuScale sudah bangun juga dua SMR, satu di Amerika dan satu lagi di Rumania kalau enggak salah pada 2029.”
Menurut Arifin, saat ini pemerintah tengah mematangkan rencana pengembangan SMR di dalam negeri. Kemungkinan, rencana tersebut dapat dirampungkan setelah 2024 atau lebih cepat dari 2030, tergantung pada kebutuhan energi di dalam negeri.
“Kita harus balapan untuk bisa mengurangi emisi, karena takut pemberlakuan pajak karbon kita ketinggalan barang kita tidak kompetitif,” terangnya.
Ambisi Jokowi membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di dalam negeri makin terlihat sejak tahun lalu, melalui penerbitan PP No. 52/2022 tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangaan Bahan Galian Nuklir.
Sekadar catatan, satu PLTN dengan kapasitas 1.000 MW ditaksir membutuhkan 21 ton uranium untuk produksi listrik 1,5 tahun.
Menurut Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), per 2019, sumber daya uranium di Indonesia mencapai 81.090 ton dan sumber daya thorium sebanyak 140.411 ton yang berada di wilayah Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi.
Di Kalimantan, sumber daya uranium tercatat sebanyak 45.731 ton dan thorium 7.028 ton. Di Sumatra, uranium sebanyak 31.567 ton dan thorium 126.821 ton. Di Sulawesi, uranium sejumlah 3.793 ton dan thorium 6.562 ton.
(wdh)