Bloomberg Technoz, Jakarta - Dugaan penipuan dengan cara pengumpulan dana investasi pada platform kripto, atau medium lain, bukan kali pertama. Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendapatkan laporan penggelapan dana berkedok penanaman modal dengan iming-iming hasil investasi menggiurkan.
Dari data satgas OJK, per bulan telah menertibkan 8 hingga 9 perusahaan yang menawarkan investasi bodong. Sejak 2017, SWI setidaknya telah melaporkan dan mendorong penegakan hukum terhadap 1.188 nama entitas penawar penanaman modal ilegal. Total kerugian dari praktik kejahatan tersebut diduga mencapai Rp 123,5 triliun.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, ‘money game’ kerap dilakukan oleh perusahaan investasi bodong lewat skema ponzi. Adalah menawarkan anggota lama keuntungan yang sejatinya bukan berasal dari perputaran investasi, melainkan dari uang anggota baru yang bergabung. Mudahnya, ponzi adalah ‘gali lubang tutup lubang’.
Tongam menyatakan pelaku tindak kejahatan penipuan berevolusi seiring kemajuan teknologi. Penawaran investasi dengan hasil tak wajar memakai ‘jubah’ tidak hanya aset kripto. Tapi juga forex, opsi biner atau binary option, hingga robot trading. Pada era sebelumnya investasi bodong berkedok koperasi, arisan, salon, perkebunan, dana haji atau umroh.
Karakteristik masyarakat yang terjebak tawaran investasi abal-abal ini, dijabarkan Tongam, biasanya terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, mereka yang tidak paham investasi. “Kurang mengetahui bagaimana investasi itu, begitu ada penawaran dengan bunga dan bonus-bonus yang sangat tinggi, masuk,” ucap dia kepada Bloomberg Technoz.
Karakter kedua adalah yang serakah. Model seperti ini biasanya membutuhkan uang dan sudah tahu bahwa penawaran investasi ini berisiko menipu atau tidak masuk akal. “Nah, ini yang lebih parah. Kalau kelompok pertama tadi bisa kita respon dengan informasi secara masif, tinggal mengubah perilaku mereka. Kalau kedua ini sangat sulit, karena di sana ada keserakahan,” ujar Tongam.
Dalam kasus di awal tahun ini, investasi dengan modus robot trading Net89. Mereka menjebak anggota dengan total kerugian Rp2 triliun, berdasarkan catatan Bareskrim Polri. Total korbannya mencapai 300 ribu orang.
“Kita lihat contohnya di robot trading, ini korbannya adalah orang-orang berpendidikan, yang punya uang, bahkan ada yang sampai menanamkan Rp2 miliar, yang tidak masuk akal sampai diberikan 15% per bulan [keuntungan investasi] dari perdagangan, kalau kita katakan komoditi,” tutur dia.

Diketahui bulan lalu ramai anggota PT Accel Group Indonesia yang menjadi korban penipuan perusahaan. Accel Group memaki modus penawaran investasi kripto dan menahan uang investornya ratusan juta rupiah. Mus Tain, dalam laman petisi Change.org menjelaskan, Accel Group menawarkan platform investasi berbasis cryptocurrencies.
Pihak Accel Group belum berkomentar atas kabar anggota mereka yang membuat petisi tersebut. Mus Tain sendiri hingga tulisan ini dipublikasikan, belum mau berkomentar lebih jauh.
(wep/dba)