“Kami melihat ada anomali di mana FFR sudah sudah naik, ada [polemik] debt ceiling, indeks dolar AS masih kuat, tekanan depresiasi nilai tukar terjadi di seluruh dunia di mana euro melemah, mata uang dunia melemah [terhadap dolar AS],” jelas Perry.
Ekonom Bahana Satria Sambijantoro menilai, pendekatan BI yang berhati-hati kali ini dalam memutuskan bunga acuan, mencerminkan pergeseran fokus bank sentral ke arah pertumbuhan dan ketidakpastian prospek bunga global. "Meskipun inflasi terkendali, bank sentral tidak memberikan panduan yang jelas tentang suku bunga karena meningkatnya kekhawatiran tentang situasi ekonomi domestik dan volatilitas di pasar keuangan global," kata analis yang masih mempertahankan prediksi bahwa BI7DRR berpeluang naik ke 6% sebelum tahun ini berakhir, menyusul Fed rate yang diperkirakan bakal higher for longer.
Sebaliknya, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menilai, BI7DRR sudah tidak berpeluang naik di sisa tahun ini. Hal itu juga sudah ditegaskan secara gamblang oleh Perry menyusul inflasi domestik yang turun lebih cepat dan lebih rendah ketimbang perkiraan. Akan halnya peluang pemangkasan, melihat perkembangan terakhir hal itu terbilang kecil. "Kami masih melihat ruang pemangkasan bunga acuan baru akan terbuka pada kuartal 1-2024," kata Faisal.
Fokus ke rupiah
Rupiah mengalami pelemahan selama tujuh hari dari sembilan hari perdagangan terakhir sebesar 0,4%. Hari ini USD/IDR ditutup di level Rp14.950/US$ di pasar spot. Meski begitu, "BI memprakirakan penguatan rupiah berlanjut ditopang surplus transaksi berjalan dan aliran masuk modal asing seiring prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik," papar Perry.
Bila menilik dari awal April, nilai tukar rupiah memang masih menguat 0,62% hingga 24 Mei lalu. Sedangkan sejak awal tahun, penguatan rupiah tercatat 4,48%, mengindikasikan penurunan return lebih dari 1% dari bulan lalu.
Selain faktor eksternal yang membuat BI memilih fokus menstabilkan nilai tukar rupiah alih-alih pivot demi mendorong pertumbuhan ekonomi, sejatinya dari sisi inflasi juga masih belum memberi peluang penurunan bunga acuan. Inflasi inti sudah terjangkar di kisaran target bank sentral, akan tetapi inflasi IHK diperkirakan baru berhasil dijinakkan pada kuartal III-2023.
Dengan demikian, menahan bunga acuan sampai akhir tahun menjadi pilihan terbaik demi membantu stabilitas nilai tukar, juga mengendalikan imported inflation serta mengantisipasi dampak rambatan dari ketidakpastian pasar keuangan global.
(rui/roy)