“RIPH [Rekomendasi Impor Produk Holtikultura] dari Kementan [Kementerian Pertanian] sudah keluar untuk 170 perusahaan. Kemudian SPI dari Kemendag itu sudah keluar 37 perusahaan. Selisihnya belum keluar. Kalau yang sudah dapat RIPH itu kira-kira [volume impornya] mendapai 930.000 ton,” katanya ketika ditemui oleh awak media di Jakarta Pusat, Kamis (23/5/2023).
Reinhard mengungkapkan importir bawang putih yang tergabung dalam Pusbarindo sudah memenuhi seluruh persyaratan yang diminta oleh Kemendag untuk penerbitan SPI.
Beberapa kali asosiasi juga sudah mengirimkan surat kepada Kemendag –yang dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri– untuk mempertanyakan perihal penerbitan SPI.
“Kami sudah bersurat tiga kali, asosiasi sudah, pelaku usaha sudah. Sudah ada tanda terimanya. Bersuratnya Maret 2023 sebanyak dua kali berselang dua pekan, April 2023 juga. […] Responnya disuruh menunggu saja,” tuturnya.
Adapun, untuk perusahaan yang sudah berhasil mendapatkan SPI Reinhard menyebut sebagian besar bukanlah anggota dari Pusbarindo. Tentu saja, hal tersebut menjadi pertanyaan besar di tengah ketidakjelasan nasib SPI yang sudah diajukan oleh importir anggota asosiasi.
“Harusnya yang sudah keluar itu 250.000—300.000 ton. Respons dari Kemendag ya tunggu saja. Mereka yang dapat SPI itu sebagian besar bukan anggota Pusbarindo,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi Persaingan Pengawasan Usaha (KPPU) Guntur Saragih mengatakan pembatasan pelaku usaha yang dapat melakukan impor bawang putih, keterlambatan penerbitan SPI dari Kemendag, serta kegagalan realisasi impor menciptakan potensi adanya pelanggaran Undang-Undang (UU) No. 5/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Keterlambatan penerbitan SPI dan keterlambatan/kegagalan realisasi impor dapat mengakibatkan kurangnya pasokan bawang putih dan kenaikan harga,” katanya.
Adanya dugaan persekongkolan dalam penerbitan SPI bawang putih, menurut Guntu, bukanlah hal baru. Dia mensinyalir terdapat potensi bahwa tindakan melanggar hukum ini dapat berulang kembali.
“Persekongkolan dalam penetapan dan perpanjangan SPI bawang putih pada 2013 melanggar Pasal 19 huruf c dan Pasal 24 UU No. 5/1999 dan mengakibatkan kerugian masyarakat karena kenaikan harga bawang putih,” ujarnya.
Guntur meminta instansi terkait perlu berhati-hati dalam menetapkan SPI agar pelaku usaha tepat waktu dalam merealisasikan impor bawang putih. Dengan demikian, pasar dalam negeri tidak mengalami kekurangan pasokan.
Selain itu, diperlukan pengawasan dan pencatatan terhadap realisasi impor oleh importir sampai kepada distribusi di tingkat pengecer untuk memastikan ketersediaan dan stabilitas harga bawang putih dalam negeri.
(rez/wdh)