Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Usulan Menteri Perdagangan memberikan subsidi jagung pakan untuk memitigasi kenaikan harga telur dinilai tidak tepat. Salah satu penyebabnya adalah karena dampak subsidi jagung pada harga telur baru bisa terlihat setelah periode masa tanam komoditas tersebut.

Peneliti Center for Indonesian Studies (CIPS) Faisol Amir menjelaskan dampak dari subsidi jagung pakan baru dapat dirasakan setelah 80—110 hari masa tanam jagung. Selama periode tersebut, padahal, harga terus akan cenderung tetap tinggi bahkan naik. 

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga telur ayam ras segar mencapai Rp31.900/kg pada Kamis (25/4/2023), naik 6,7% secara bulanan dari Rp29.900/kg.

“Selain dampak terhadap harga telur yang tidak langsung dirasakan masyarakat, skema subsidi jagung juga berpotensi menimbulkan persoalan baru, yaitu oversuplai jagung yang justru akan merugikan petani pada  masa panen,” katanya, Kamis (25/5/2023).

Beberapa hal yang juga membuat kebijakan subsidi jagung pakan tidak realistis untuk dilakukan adalah penentuan skema subsidi dan durasi pemberian subsidi. Jika diberikan terlalu lama, subsidi tersebut lagi-lagi akan berpotensi menimbulkan isu kelebihan pasok.

Faisol berpendapat, untuk mengurai persoalan harga jagung pakan, pemerintah sebaiknya tidak hanya memberikan wewenang kepada badan usaha milik negara (BUMN) pemegang angka pengenal impor-umum (API-U).

Sebab, akibat impor yang dikuasai perusahaan pelat merah, peternak ayam petelur kerap kesulitan mendapatkan pasokan pakan yang berkualitas dan lebih murah.

“Swasta perlu dilibatkan dalam importasi jagung, sehingga peternak dapat mengakses pakan murah dan berkualitas dengan lebih cepat,” ujarnya.

Hal lain yang memicu anomali harga jagung pakan adalah fenomena El Nino yang mengacaukan masa tanam dan panen. Gangguan cuaca tersebut mengeringkan tanah pertanian yang berakibat pada perubahan pola tanam serta siklus pengembangbiakan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada jagung.

“Selain itu, munculnya El Nino juga berakibat pada berkurangnya ketersediaan air bersih,” ujarnya.

Seorang petani biji-bijian jagung di sebuah pertanian di Sedziejowo, Polandia. (Bartek Sadowski/Bloomberg)


Wacana pemberian subsidi jagung pakan sebelumnya diutarakan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau yang akrab disapa Zulhas. Dia mengusulkan agar para peternak ayam petelur diberikan subsidi untuk membeli jagung yang harganya kian meroket.

“Misalnya jagung rakyat mahal sampai Rp6.500, kami akan coba nanti misalnya Rp1.500 disubsidi, apakah untuk transportasinya, untuk lainnya, sehingga harga pakan juga terkendali,” kata Zulkifli Hasan di lingkungan Istana Negara, Jakarta, Senin (23/5/2023).

Di sisi lain, usulan Zulhas untuk memberikan subsidi jagung pakan kepada peternak ayam petelur juga dinilai tidak realistis untuk dilakukan dalam waktu dekat oleh Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga.

Jerry berpendapat pemberian subsidi pakan sebaiknya tidak dilakukan secara gegabah. Sebab, pengambilan kebijakan tersebut harus mempertimbangkan banyak pihak, tidak hanya masyarakat yang dalam hal ini adalah konsumen.

“Karena kita ini enggak bisa melihat harga [di tingkat] konsumen saja. Harga [di tingkat] pedagang, kita lihat distribusi logistik dan rantai pasoknya. Kita ingin keseimbangan itu ada dan berjalan dengan baik,” katanya ketika ditemui oleh awak media di Kantor Kementerian Perdagangan, Selasa (23/5/2023).

Untuk mengatasi anomali harga telur ayam, saat ini Kemendag bersama dengan kementerian dan lembaga terkait masih mencari tahu sumber persoalannya dari para peternak. Apakah sepenuhnya diakibatkan oleh melonjaknya harga jagung atau ada persoalan lain yang mungkin saja pengaruhnya jauh lebih besar.

(wdh)

No more pages