Kedua, fintech lending atau peer-to-peer (p2p) lending resmi lazim mencantumkan pengurus, bisa jajaran direksi dan alamat kantor yang jelas. Pinjol ilegal tentu sebaliknya.
Ketiga, dalam penetapan bunga pinjol ilegal selalu manipulatif, alias tidak ada kejelasan dalam hal biaya pinjaman, denda, atau imbal hasil.
Keempat, pinjol ilegal cenderung mudah dalam memberikan pinjaman atau kredit. Berbeda dengan pinjol legal, karena harus melalui serangkaian seleksi.
Kelima, ciri pinjol ilegal adalah tidak mematok bunga atau biaya pinjaman, sedangkan pinjol yang beroperasi resmi telah menetapkan rentang biaya pinjaman per hari antara 0,05% hingga 0,8%.
Keenam, pinjol ilegal tidak membatasi total pengembalian, termasuk denda. Berbeda dengan fintech lending berizin, telah menetapkan maksimum pengembalian, termasuk denda, sejumlah 100% dari pinjaman pokok.
Ketujuh, pinjol ilegal tidak membatasi waktu penagihan. Pada perusahaan legal, penagihan maksimum 90 hari. Pinjol ilegal juga kerap menggunakan ancaman teror, kekerasan, pencemaran nama baik, dan penghinaan. Pinjol ilegal juga berani menyebarkan foto ataupun video pribadi.
Pada fintech lending legal telah ditentukan bahwa risiko peminjam yang tidak melunasi setelah batas waktu 90 hari akan masuk daftar hitam atau blacklist Pusdafil. Selain itu, perusahaan pinjol yang berizin juga mempunyai layanan pengaduan. Bandingkan dengan pinjol ilegal yang tidak memiliki.
Kedelapan, perusahaan pinjol ilegal juga dapat mengakses ke seluruh data yang dimiliki konsumen via ponsel. Sedangkan pada fintech lending legal dibatasi hanya pada kamera, microphone dan lokasi.
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L. Tobing menegaskan bahwa masyarakat jangan mudah terjebak dengan penawaran pinjaman atau investasi dari perusahaan yang tidak memiliki identitas jelas. Risiko terjebak dalam jerat rentenir online jadi taruhannya.
“Masih maraknya penawaran investasi dan pinjol ilegal tersebut terus menjadi perhatian SWI, masyarakat kami imbau untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam memilih investasi dan memanfaatkan pinjaman online (pinjol) yang berizin," kata Tongam L. Tobing.
Pihaknya pun selalu selalu berusaha mencegah masyarakat terus menjadi korban investasi bodong dan pinjol ilegal. SWI terus mencari informasi menggunakan crawling data yang dilakukan melalui big data center pada aplikasi waspada investasi.
Untuk pengecekan perusahaan telah berizin atau tidak, masyarakat juga diminta aktif menatau lewat website resmi OJK.
(wep/rui)