Sedangkan dari sisi eksternal, dengan kebijakan moneter yang lebih tidak agresif dari the Fed dan selisih imbal hasil yang masih menarik antara obligasi pemerintah Indonesia dan US Treasury, Indonesia menikmati arus masuk modal dan apresiasi rupiah dalam beberapa bulan terakhir.
Teuku mengatakan pengetatan moneter yang lebih tidak agresif oleh the Fed seiring dengan gejolak sektor perbankan dan potensi melambatnya aktivitas ekonomi di AS telah memberikan keuntungan bagi negara berkembang, karena kepercayaan investor perlahan bergeser ke pasar negara berkembang. Akibatnya, Indonesia terus mencatat aliran modal masuk dengan lonjakan tertinggi pada awal Mei 2023 sebesar US$ 4,49 miliar.
“Aliran modal masuk mendukung rupiah dengan apresiasi terhadap dolar AS mencapai 4,4% (ytd) pada 23 Mei dibandingkan awal tahun, menjadikan rupiah sebagai salah satu mata uang terbaik di antara negara-negara berkembang lainnya,” kata Teuku.
(evs)