Dia menyebut terdapat 7 lokasi smelter yang dinyatakan telah menunjukkan kemajuan pembangunan sekitar 32%—66%. Namun, pada kenyataannya ketujuh lokasi tersebut higga kini masih berupa tanah lapang.
Sebagai upaya untuk kelanjutan pembangunan fasilitas pemurnian, Arifin mengatakan pemerintah tengah merampungkan rancangan peraturan menteri (permen) ESDM tentang tenggat pembangunan smelter.
Relaksasi Ekspor Mineral
Salah satu poin substansial dalam rencana peraturan tersebut adalah kesempatan bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk dapat mengekspor mineral setengah jadi sampai dengan Mei 2024, alias mundur dari tenggat awal Juni 2023.
“Asalkan dengan kriteria terbatas pada komoditas tembaga, besi, timbal, dan seng, serta lumpur anoda hasil pemurnian tembaga. Kemudian, [relaksasi ekspor] hanya dapat diberikan kepada pemegang IUP-IUP yang progres pembangunan fasilitas pemurniannya telah mencapai 50% per Januari 2023 yang juga dapat dicabut apabila tidak menunjukkan kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian,” ungkap Arifin.
Tidak hanya itu, eksportir wajib membayar bea keluar yang nantinya akan ditetapkan dalam peraturan menteri keuangan.
Kemudian, untuk bisa mengekspor konsentrat mineral, perusahaan wajib memiliki rekomendasi ekspor dari Ditjen Minerba Kementerian ESDM dan persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan.
“Untuk mendapatkan rekomendasi ekspor harus memenuhi syarat yang tercantum dalam rancangan permen dan mekanisme pengawasannya dilakukan oleh Kementerian ESDM berdasarkan kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian,” kata Arifin.
(wdh)