“Untuk memastikan pembangunan fasilitas pemurnian ini dapat diselesaikan dan memperhatikan faktor pandemi Covid-19, diperlukan payung hukum yang menjadi dasar pemberian kesempatan penjualan hasil pengolahan mineral logam bagi komoditas tertentu serta relaksasi ekspor konsentrat dengan tetap diberikan sanksi denda atas keterlambatan,” tegas Arifin saat pertemuan dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5/2023).
Denda Keterlambatan Smelter
Arifin menguraikan sanksi atau denda tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 89/2023 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri.
Menurut kepmen tersebut, penambahan atau relaksasi ekspor konsentrat mineral tetap dijalankan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan mengenakan sanksi pada badan usaha yang terlambat membangun smelter.
Adapun, sanksi tersebut antara lain; Pertama, penempatan jaminan kesungguhan sebesar 5% dari total penjualan periode 2019—2022.
“Ini dalam rekening bersama dan apabila pada 10 Juni 2023 tidak mencapai 90% dari target, maka jaminan kesungguhan ini disetorkan kepada kas negara,” kata Arifin.
Kedua, pengenaan denda administrasi atas keterlambatan pembangunan sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19, dan berdasarkan laporan verifikator independen paling lambat disetorkan 60 hari sejak Kepmen No. 89/2023 berlaku, yaitu pada 16 Mei 2023.
“Pemegang izin usaha pertambangan [IUP] dan izin usaha pertambanga khusus [IUPK] yang mengekspor pada periode perpanjangan akan dikenakan denda yang diatur lebih lanjut oleh menteri keuangan,” terang Arifin.
(wdh)