Soal pemblokiran perusahaan AS lainnya dinilai tidak mungkin saat ini karena bisa menimbulkan kerusakan pada rantai pasokan domestik China, mengganggu pertumbuhan negara pada saat pemulihan ekonomi yang tak pasti. Perusahaan asing ketakutan karena tindakan keras terhadap perusahaan konsultan, serta berbagai risiko yang berasal dari peningkatan ketegangan AS dan China.
"Pendekatan China dengan memblokir perusahaan AS seperti Micron bermaksud mengirim sinyal bahwa Beijing bersedia menanggung rasa sakit karena bersaing dengan AS," kata Ja Ian Chong, seorang profesor ilmu politik di Universitas Nasional Singapura. "Namun, Beijing cukup berhati-hati untuk membatasi dampaknya pada diri sendiri."
Menteri Perdagangan China, Wang Wentao, Senin (22/05/2023), mencoba meyakinkan perusahaan asing bahwa China akan melindungi kepentingan dan hak mereka. Hal ini menunjukkan upaya untuk mencegah kerusakan lebih besar.
Pekan ini, ia akan bertemu dengan Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo dan Perwakilan Dagang AS Katherine Tai di Detroit (AS) dalam pertemuan tingkat tinggi pertama dalam beberapa bulan setelah hubungan kedua negara memburuk.
Duta besar baru China untuk AS, Xi Feng, setelah resmi menjabat mengatakan bahwa hubungan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut menghadapi 'kesulitan dan tantangan serius'.
"Kami berharap Amerika Serikat akan bekerja sama dengan China untuk meningkatkan dialog, mengelola perbedaan, dan memperluas kerja sama," katanya setibanya di Bandara Internasional John F. Kennedy, New York.
Xi Jinping telah berjuang selama bertahun-tahun untuk menemukan merespons yang tepat pada sanksi, tarif, dan kontrol ekspor AS yang membuat China terlihat tangguh tanpa membuat takut perusahaan asing.
Pembatasan Gedung Putih pada semikonduktor canggih ditujukan untuk memblokir Beijing dari seluruh industri, sementara langkah Micron hanya membatasi operasi China dari satu perusahaan AS. Beijing juga memberikan banyak fleksibilitas dalam cara menerapkan keputusan tersebut.
Badan Cyberspace menyoroti bagaimana cip Micron berisiko bagi infrastruktur informasi penting, seperti pusat data atau cloud computing. Namun, Micron menjual sebagian besar cipnya untuk barang elektronik konsumen yang kurang sensitif, termasuk telepon pintar dan laptop.
Analis Jefferies, termasuk Edison Lee, menyoroti perbedaan ini dalam sebuah catatan penelitian. Ia mengatakan, dampak keputusan Cina akan 'sangat terbatas'.
"China tidak benar-benar dirugikan dalam hal ini," kata Evan Medeiros, yang bekerja di Dewan Keamanan Nasional di China selama pemerintahan Obama dan sekarang menjadi profesor Kajian Asia di Universitas Georgetown.
"Aksi terhadap Micron menunjukkan China tengah berjuang mencari alat pembalasan yang tidak akan merugikan mereka," tambahnya. "Bahkan ini bukan kejahatan yang dibalas dengan kejahatan."
Walaupun begitu, beberapa analis melihat akan sanksi Micron cuma awalan dari banyak kebijakan yang akan dibuat Xi Jinping untuk melindungi keamanan industri. Ia menjadikan ini sebagai prioritas utama pada pertemuan tingkat tinggi awal bulan ini. Di waktu yang bersamaan, AS dan Eropa beralih ke rantai pasokan yang tak berisiko untuk menghindari ketergantungan pada China untuk sektor penting.
"Micron akan menjadi perusahaan pertama, tetapi masih banyak yang akan kenakan sanksi," kata Henry Gao, seorang profesor hukum perdagangan China di Universitas Manajemen Singapura. "Anda melihat pembenaran keamanan nasional semacam ini untuk berbagai masalah di China sejak Presiden Xi Jinping menjabat. Pada dasarnya, ia mengatakan semua demi keamanan nasional sekarang."
Kendaraan Listrik
Satu area di mana China dapat membalas AS lebih jauh adalah sektor kendaraan listrik, menurut Yongwook Ryu, asisten profesor yang mengkhususkan diri dalam hubungan internasional di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew, Universitas Nasional Singapura.
"Kendaraan listrik adalah salah satu area di mana perusahaan China dapat dengan mudah mengganti produk AS dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan domestik seperti BYD," tambahnya, merujuk kepada Tesla Inc. sebagai target. Mereka beroperasi di China, termasuk gigafactory di Shanghai.
China telah menyusun perangkat hukum untuk membalas sanksi AS dalam beberapa tahun terakhir, seperti mengumumkan daftar 'entitas yang tak dapat diandalkan' pada pertengahan 2019. Pada tahun 2020, mereka memberlakukan sanksi terhadap unit pertahanan Boeing Co., Lockheed Martin Corp., dan Raytheon Technologies Corp. setelah AS menyetujui penjualan senjata senilai US$1,8 miliar ke Taiwan, dan diikuti dengan lebih banyak sanksi, denda, dan larangan perjalanan.
Namun, China tak dapat menegakkan hukuman tersebut karena tak ada perusahaan atau individu yang terkena sanksi berada di China. Beijing menghindari menargetkan Pratt & Whitney, anak perusahaan Raytheon lainnya, atau Boeing sendiri, yang punya bisnis signifikan di China.
Perlawanan
Sebaliknya, China cenderung menggunakan tarif untuk menghukum pemerintah asing atas keputusan yang melanggar apa yang disebut sebagai red line, sambil menghindari pembatasan yang membahayakan rantai pasokannya.
Setelah Australia meminta WHO menginvestigasi asal-usul COVID-19, misalnya, China memberlakukan tarif impor atau larangan produk seperti anggur dan lobster. Tetapi, mereka menahan diri untuk tidak menargetkan impor penting bijih besi Australia.
Xi Jinping juga berhati-hati untuk tidak menargetkan perusahaan Taiwan, Taiwan Semiconductor Manufactoring Co. , dan Hon Hai Precision Industry Co. karena sengketa teritorial. TSMC memasok China dengan cip penting yang dibutuhkan negara, sementara Hon Hai mempekerjakan ratusan ribu pekerja di China untuk merakit gadget Apple Inc.
Tindakan terhadap Micron tampaknya 'ditargetkan dan bernuansa politis', kata Gerard DiPippo, rekan senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional, yang bekerja selama lebih dari satu dekade di badan intelijen AS.
"Jika Anda orang China dan ingin memilih target penting di sektor prioritas yang ditakuti dan bisa diganti tanpa terlalu menyebabkan banyak kerusakan, Micron cocok untuk itu," katanya. "Secara umum, pemerintah China enggan membalas perusahaan-perusahaan AS karena mereka pikir pemerintah yang akan membalas."
--Dengan asistensi dari Gao Yuan, Kari Lindberg, Rebecca Choong Wilkins, Peter Elstrom dan Edwin Chan.
(bbn)