“Dengan total populasi sebanyak 278 juta dan populasi kelas menengah berkisar 60-80 juta, ini menjadi pasar yang sangat menarik untuk investasi ke Indonesia,” tambahnya.
Meski demikian, lanjut Septian, sumber daya tersebut perlu dikelola dengan baik sehingga menghasilkan karbon emisi yang rendah dan lebih kompetitif di pasar global.
Kemenko Marves akan menyusun strategi dengan membangun ekosistem investasi sehingga tidak berbentuk proyek satuan. “Misalnya dari pertambangan, kawasan industri untuk nikel, material, untuk mobil listriknya dan seterusnya sehingga ini jadi satu ekosistem. Kalau ekosistem ini bisa terbentuk, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah untuk sektor UMKM juga akan signifikan,” jelas Septian.
Kemenko Mavres juga melihat dorongan investasi dari Penanaman Modal Asing (PMA) lebih tinggi daripada Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Khususnya di daerah-daerah yang memiliki kawasan industri seperti Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.
Alhasil target penyerapan tenaga kerja setempat bisa maksimal. Menurut Septian angkanya bisa mencapai puluhan ribu.
Di sisi lain, tekanan suku bunga akan mempengaruhi investasi secara negatif sehingga pemerintah mendorong Foreign Direct Investment (FDI). “Kita sudah ada pipeline-nya sampai 2-3 tahun ke depan dan angkanya sekitar US$ 30 miliar atau Rp 448,9 triliun. Pipeline ini sudah tahap konstruksi, apply izin dan insentif. Tinggal bagaimana dari pemerintah mempercepat pelaksanaan FDI ini,” pungkas dia.
(tar/wep)