Sentot menjelaskan implentasi skema Full QR merupakan upaya pemerintah untuk memperkuat pengawasan distribusi BBM bersubsidi. Sebab, selama ini BBM bersubsidi, khususnya Solar banyak disalahgunakan untuk penggunaan yang tidak semestinya seperti industri.
“Fungsi pengawasan ini berhasil atau tidaknya kan sedang dijalankan dan akan dievaluasi apakah sudah tepat sasaran dan implementasinya bertahap,” tuturnya.
Melalui Peraturan Presiden No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM, sudah diatur siapa saja yang berhak untuk membeli Solar. Aturannya jauh lebih jelas, seperti pembatasan pada transportasi darat jenis:
1. Kendaraan pribadi
2. Kendaraan umum plat kuning
3. Kendaraan angkutan barang (kecuali untuk pengangkut hasil pertambangan dan perkebunan dengan roda > 6)
4. Mobil layanan umum, diantaranya; Ambulance, Mobil Jenazah, Sampah dan Pemadam Kebakaran
Atau untuk transportasi air dan atau usaha perikanan dengan syarat:
1. Transportasi Air dengan Motor Tempel, ASDP, Transportasi Laut Berbendera Indonesia, Kapal Pelayaran Rakyat/Perintis, dengan verifikasi dan rekomendasi Kepala SKPD / Kuota oleh Badan Pengatur.
2. Nelayan dengan kapal ≤ 30 GT yang terdaftar di kementerian kelautan dan perikanan, verifikasi dan rekomendasi SKPD.
3. Pembudidaya ikan skala kecil dengan verifikasi dan rekomendasi SKPD.
Untuk usaha pertanian dan mikro:
1. Petani/kelompok tani/usaha pelayanan jasa alat mesin pertanian dengan luas tanah ≤ 2 ha → SKPD.
2. Usaha Mikro / Home Industry dengan verifikasi dan rekomendasi SKPD.
Sedangkan untuk layanan umum atau pemerintah masih berhak mengisi BBM Solar dengan catatan:
1. Krematorium dan tempat ibadah untuk kegiatan penerangan sesuai dengan verifikasi dan rekomendasi SKPD.
2. Panti asuhan dan Panti Jompo untuk penerangan sesuai dengan verifikasi dan rekomendasi SKPD
3. Rumah sakit type C & D.
(rez/wdh)