Bloomberg Technoz, Jakarta – Revisi aturan yang akan memaktub perihal pembatasan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite sampai dengan saat ini masih jadi tanda tanya besar. Belum ada informasi kapan revisi aturan tersebut diterbitkan dan bagaimana mekanisme pembatasannya.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengatakan revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak masih belum rampung.
Terkait dengan pembatasan pembelian Pertalite yang sudah berjalan di beberapa daerah, dia menyebut belum resmi berlaku alias masih diuji coba.
“Oh, itu belum resmi. Revisi masih ada di kami,” katanya ketika ditemui oleh awak media di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2023).
Tutuka enggan menjelaskan bagaimana mekanisme pembatasan Pertalite yang akan diatur dalam revisi beleid tersebut. Namun, menurut kabar yang beredar, melalui revisi peraturan tersebut, nantinya akses pembelian Pertalite akan dilarang untuk kendaraan roda empat di atas 1.400 cc dan roda dua di atas 250 cc.
Sementara itu, terkait dengan pembelian Pertalite yang mulai dibatasi di beberapa daerah, menurut Tutuka merupakan kebijakan dari PT Pertamina (Persero) dan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. Pembatasan tersebut diambil dengan pertimbangan situasi di masing-masing daerah.
Sekadar catatan, pembatasan pembelian Pertalite maksimal 20 liter atau Rp200.000/hari sudah diterapkan di Aceh, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Timika oleh Pertamina.
“Ya, kita bicara sama Pertamina bahwa itu kebijakan mereka atau BPH Migas karena kondisi di lapangannya. [Misalnya,] kondisi di lapangan itu jumlahnya kurang. Namun, itu bukan sesuatu yang disengaja untuk di-hold, supaya tetap bisa mencukupi kebutuhan di sekitar situ,” tuturnya.
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting membenarkan Pertamina masih menantikan kepastian dari pemerintah untuk revisi regulasi tersebut, sebelum memperluas skema pengaturan pembelian Pertalite ke kota-kota lain.
“Ini kami masih proses di 4 wilayah tersebut dan kami masih mengevaluasi. Dievaluasi dahulu sebelum diperluas. Bukan pembatasan [pembelian Pertalite], tetapi pengaturan. Konsumen yang sudah memiliki QR Code bisa membeli seperti biasa,” ujarnya saat dihubungi belum lama ini.
Dia pun menegaskan keputusan Pertamina untuk mengatur akses masyarakat terhadap Pertalite semata-mata ditujukan untuk memastikan bensin bersubsidi tersebut tersalurkan tepat sasaran.
“Prinsipnya, pengaturan perlu kami lakukan agar subsidi bisa tepat sasaran dan tidak melebihi kuota yang ditetapkan pemerintah. Secara paralel, kami juga [masih] menunggu arahan pemerintah untuk revisi Perpres No. 191/2014. Masih progres,” kata Irto.
Untuk diketahui, pemerintah mengalokasikan subsidi energi dan kompensasi pada program ketahanan energi, termasuk untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 senilai Rp339,6 triliun, lebih rendah dari realisasi Tahun Anggaran 2022 sejumlah Rp551,2 triliun.
Saat ini, Pertamina masih terus melakukan sosialisasi penggunaan aplikasi MyPertamina sebagai bagian dari program Subsidi Tepat Sasaran yang dijalankan oleh perusahaan migas pelat merah itu.
Pembeli BBM bersubsidi jenis Pertalite maupun Solar diminta untuk mendaftar melalui aplikasi atau situs jejaring MyPertamina untuk keperluan pengawasan.
(rez/wdh)