Luhut Panjaitan, pejabat Menteri yang kerap memberi pernyataan, mengungkap, adalah pilihan Amerika sendiri yang memilih berada di pinggir ketika bicara tentang investasi di Indonesia ketika sebenarnya Indonesia selalu menyambut baik.
Sementara China semakin memperlihatkan kehadiran di Indonesia, dengan menginvestasikan miliaran dolar AS dalam satu dekade terakhir terutama di sektor sumber daya alam, perusahaan-perusahaan Amerika masih memilih berhati-hati.
Baru pada tahun ini perusahaan Amerika Ford Motor mengambil aksi langsung dengan membeli saham di smelter nikel, dan langsung menghadapi panggilan Senator Republik Marco Rubio untuk mengkaji kesepakatan itu.
Amerika juga berupaya menaikkan dominasi di sektor energi terbarukan Indonesia melalui keterlibatan senilai US$20 miliar pembiayaan iklim, di mana hal itu kemudian menuai kritik karena menawarkan persyaratan pembiayaan yang tidak menguntungkan.
“Kami tidak bisa terus memohon dan memohon pada Anda,” seru Luhut, mengacu pada Amerika. “Anda mungkin marah pada kami karena memilih berdagang dengan negara lain, tapi kami harus survive,” jelasnya.
Belum terlambat bagi Amerika untuk mengejar ketertinggalan dari China, menurut Ahmad Syarif, Deputy Managing Director Bower Group Asia.
“Ini adalah waktu yang tepat untuk membuat kesepakatan komersial di Indonesia di mana pemerintah saat ini giat memacu kesepakatan,” ujar Ahmad, menambahkan bahwa ada sejumlah insentif pajak yang disiapkan untuk investor saat ini.
Indonesia, “akan menghargai misi perdagangan, akan tetapi kesuksesan adalah ketika uang datang cepat,” katanya.
(bbn)