Beberapa penjual yang diwawancarai Bloomberg mengaku menolak tawaran tersebut, namun mereka khawatir bahwa tekanan ekonomi akibat perang dagang ini dapat mendorong pesaing mereka untuk melanggar aturan.
Salah satunya adalah Aaron Rubin, penjual perlengkapan seni bela diri secara online. Ia menerima tawaran dari sebuah perusahaan pengangkutan untuk mengurus pengiriman barang dari China. Perusahaan itu menawarkan untuk mencantumkan nilai barang sebesar US$10.000 padahal nilainya mencapai sekitar US$30.000. Menurut Rubin, jika nilai tersebut dimanipulasi, tagihan bea masuk bisa ditekan hingga US$29.000.
Rubin menolak tawaran tersebut dan langsung melaporkan perusahaan itu ke Bea Cukai AS. Ia khawatir perusahaan asing yang hanya memiliki operasi semu di AS dapat dengan mudah menawarkan jasa penghindaran bea tanpa dapat dijangkau oleh hukum setempat.
“Kalau orang-orang mulai menghemat US$10.000 per kontainer, totalnya bisa dengan cepat mencapai miliaran,” ujar Rubin, yang juga pendiri perusahaan perangkat lunak logistik ShipHero. “Ada perusahaan-perusahaan yang memang menawarkan jasa ini secara terbuka.”
Seorang broker pengiriman barang yang berbasis di China mengungkapkan bahwa sebagian besar kliennya kini memilih untuk mengalihkan jalur pengiriman barang dari China ke Malaysia dan mengklaim barang-barang tersebut dibuat di sana. Tarif bea masuk dari Malaysia hanya 24%, jauh lebih rendah dibanding tarif dari China yang mencapai 145%. Namun, menurut broker yang tak ingin disebutkan namanya, banyak pula yang memilih menunda pengiriman sambil menunggu apakah Trump akan menurunkan tarif.
Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) menentukan tarif berdasarkan dokumen yang diajukan oleh importir dan perusahaan pengiriman. Dokumen itu memuat informasi tentang isi kiriman, asal barang, nilai barang, dan perkiraan tarif. Memalsukan nilai kiriman atau berbohong soal asal barang untuk menekan tarif merupakan tindakan ilegal dan pelakunya dapat dijatuhi sanksi pidana maupun perdata.
CBP menolak memberi keterangan apakah mereka akan memperketat penegakan hukum menyusul lonjakan tarif yang signifikan. Mereka menyatakan lebih banyak mengandalkan laporan yang masuk lewat portal pengaduan daring.
“CBP tidak mempublikasikan metode investigasi, sumber informasi, atau hal lain yang bisa membahayakan keselamatan saksi atau mengganggu penyelidikan yang sedang berlangsung,” ujar juru bicara CBP, Jeffrey Quinones, dalam pernyataan email.
William George, direktur riset di perusahaan data bea cukai Import Genius, menilai kenaikan tarif yang tajam bisa membuat beberapa pelaku usaha tergoda untuk mempertimbangkan kembali risiko hukum dibanding kemungkinan kehilangan usaha mereka.
“Banyak bisnis menghadapi krisis eksistensial dan bisa jadi mulai menimbang, lebih baik membayar denda daripada kehilangan mata pencaharian,” katanya.
(bbn)






























