Logo Bloomberg Technoz

Sejauh ini, kinerja perdagangan internasional Indonesia masih terjaga meski ada pelemahan. Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan mengalami surplus US$ 3,94 miliar pada April 2023. Surplus neraca perdagangan terjadi selama 36 bulan beruntun.

Sepanjang 2021, surplus neraca perdagangan tercatat US$ 35,42 miliar. Tahun lalu, surplus membengkak menjadi US$ 54,52 miliar akibat lonjakan harga komoditas di pasar internasional akibat perang di Ukraina.

Sulit Terulang

Akan tetapi, sepertinya tahun ini kinerja perdagangan internasional sulit untuk mengulangi prestasi tersebut. Sebab, harga komoditas andalan ekspor Indonesia berguguran.

Batu bara, misalnya. Sepanjang tahun ini, rata-rata harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) adalah US$ 227,48/ton. Jauh dibandingkan rerata sepanjang 2022 yaitu US$ 357,83/ton.

Sumber: Bloomberg

“Kinerja ekspor sepertinya akan terus melandai karena penurunan harga komoditas, perlambatan permintaan global, serta iklim suku bunga tinggi. Surplus neraca perdagangan akan terus menyempit, terutama pada semester II-2023,” sebut Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri, dalam risetnya.

Oleh karena itu, Faisal memperkirakan surplus transaksi berjalan akan sulit dipertahankan. Sepanjang tahun ini, Bank Mandiri memperkirakan transaksi berjalan akan mencatat defisit 0,65% PDB.

“Defisit ini masih terkendali sehingga tetap mampu mendukung stabilitas eksternal,” lanjutnya.

Rupiah Bisa Menguat

Transaksi berjalan akan menjadi fondasi bagi stabilitas nilai tukar rupiah. Saat transaksi berjalan kuat, pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa memadai, maka rupiah lebih punya pijakan sehingga tidak mudah terombang-ambing.

Dengan transaksi berjalan yang solid, meski ada kemungkinan defisit sepanjang tahun ini, maka rupiah berpotensi tetap stabil cenderung menguat. Berdasarkan indikator Moving Average (MA), rupiah saat ini tengah menjauhi area MA-50 yang mengindikasikan tren penguatan bisa berlanjut.

Sumber: Bloomberg

Terdapat level yang sangat menarik dicermati pada trendline garis hijau di level Rp14.800/US$. Level ini menjadi krusial, karena jika berhasil tertembus maka rupiah berpeluang menguat menuju Rp14.710/US$. Bahkan dalam skenario yang lebih optimistis bisa ke Rp 14.675/US$.

Sebagai gambaran, MA merupakan indikator harga rata-rata dalam rentang waktu tertentu, yang kemudian dihubungkan ke dalam bentuk garis.

Melihat indikator teknikal, prospek penguatan rupiah sebenarnya masih sangat potensial dalam tren jangka panjang.

- Dengan asistensi Muhammad Julian Fadli

(aji/roy)

No more pages