Sejumlah bank besar pun semakin optimistis terhadap prospek emas di tengah reli yang terus menguat. Goldman Sachs Group Inc, misalnya, memperkirakan harga emas bisa mencapai US$4.000 per ons pada pertengahan tahun depan. Menurut Jefferies, emas bahkan mungkin menjadi “satu-satunya aset safe haven sejati yang tersisa,” mengingat investor kini mulai mempertanyakan nilai aset AS, termasuk obligasi pemerintah (Treasury).
Namun demikian, kenaikan harga yang terlalu cepat juga mulai memicu kekhawatiran. Indeks kekuatan relatif (RSI) emas selama 14 hari — indikator teknikal yang mengukur kecepatan dan intensitas pergerakan — telah menembus angka 79, jauh di atas ambang 70 yang biasanya menunjukkan kondisi jenuh beli (overbought).
Pada pukul 14.27 waktu Singapura, harga emas untuk pengiriman segera (spot gold) tercatat naik 1,8% ke level US$3.484,19 per ons, setelah sempat menyentuh rekor tertinggi sebelumnya. Indeks Dolar Bloomberg kembali melemah, melanjutkan penurunan 0,7% pada hari Senin. Sementara itu, harga perak juga ikut naik, disusul oleh palladium dan platinum yang mengalami penguatan.
Kenaikan harga emas ini juga mendorong saham perusahaan tambang. Di Hong Kong, saham Zijin Mining Group Co, produsen logam besar asal Tiongkok, sempat melonjak lebih dari 6% pada perdagangan Selasa. Sepanjang tahun ini, saham perusahaan tersebut telah naik lebih dari 25%.
(bbn)




























