Logo Bloomberg Technoz

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Indonesia berniat mengurangi penerbitan surat utang tahun ini seiring dengan APBN yang masih mencetak surplus dalam empat bulan berturut-turut. 

Pada April lalu, APBN mencetak surplus hingga Rp234,7 triliun setara dengan 1,12% dari Produk Domestik Bruto (PDB/GDP). Surplus itu terjadi di tengah perlambatan penerimaan pajak seiring dengan pelemahan harga komoditas global.

“Surplus anggaran April meningkat seiring dengan kinerja penerimaan yang tetap kuat dan kebutuhan untuk menyeimbangkan dengan belanja yang meningkat,” jelas SMI dalam konferensi pers APBN Kita, kemarin.

Pembiayaan APBN dari penerbitan surat utang tahun ini direncanakan sebesar Rp712,9 triliun. Sejauh ini, pemerintah sudah menerbitkan surat utang senilai Rp240 triliun, setara dengan 35% target tahun ini. Per April lalu, pembiayaan APBN tercatat Rp223,9 triliun, naik 56,3% year-on-year.

Sebenarnya, sinyal pengurangan penerbitan SBN di pasar perdana itu sudah terlihat dari beberapa bulan silam. Dalam gelar lelang SBN maupun SBN syariah, pemerintah tidak pernah lagi menyerap penawaran masuk sesuai target indikatif. Hampir selalu di bawah target indikatif yang sudah ditentukan kendati nilai penawaran masuk sangat tinggi.

Ambil contoh dalam gelar lelang SBN 16 Mei lalu, incoming bids tercatat hingga Rp65,44 triliun, akan tetapi pemerintah memutuskan hanya menyerap Rp15 triliun, di bawah target indikatif Rp17 triliun. 

Menurut analis, melihat kecenderungan pembatasan suplai di pasar primer, pelaku pasar akhirnya lebih senang berburu SBN di pasar sekunder. 

Sejauh ini, pasar obligasi domestik masih memiliki sentimen bullish terlihat dengan penurunan yield SUN/INDOGB berbagai tenor. Kemarin, yield INDOGB-10 tahun bergerak flat di level 6,43%, sedangkan yield INDOGB-2 tahun turun 4 bps ke 5,9%.

Pembatasan suplai SBN di pasar juga tidak bisa dilepaskan dari pandemi Covid-19 yang melonjakkan suplai obligasi negara hingga berkali lipat. Sepanjang 2020-2023, suplai obligasi di pasar naik hampir 2x lipat dari Rp2.900 triliun menjadi Rp5.600 triliun menyusul kebijakan burden sharing pemerintah dan bank sentral dalam upaya membiayai penanganan pandemi Covid-19.

Suplai yang melimpah itu berpotensi menurunkan harga SUN di pasar sekunder. Alhasil, kebijakan pembatasan suplai di pasar primer itu terus dijalankan agar harga obligasi negara tetap di kisaran target pemerintah. 

-- dengan bantuan laporan Grace Sihombing dari Bloomberg News

(rui)

No more pages