Isa mengatakan standar biaya masukan ini ditujukan agar ada acuan yang jelas. Standar biaya ini diklaimnya membantu memberi pedoman bagi kementerian atau lembaga agar tidak berlebihan dalam belanja.
"Kita sekarang sedang berusaha beralih ke standar biaya pengeluaran artinya output. Kita mendorong kementeriaan lembaga membangun standar biaya pengeluaran. Kalau membuat pengaturan pemerintah, tidak perlu menghitung berapa yang rapat, kita membuat standar baru dikaitkan dengan outputnya," jelasnya.
Berlaku untuk PNS Pusat
Kasubdit Standar Biaya DJA Kementerian Keuangan, Amnu Fuady menerangkan PMK ini hanya berlaku untuk di Pemerintah Pusat. Sementara itu standar biaya yang menjadi acuan Pemerintah Daerah masih menggunakan Perpres tentang satuan standar harga regional atau Perpres 33 Tahun 2020.
“Perpres 33 Tahun 2020 menjadi patokan ketika Pemerintah Daerah melakukan Perda tentang standar biaya, jadi memang berbeda,” tutur Amnu.
Kendati demikian, Amnu mengatakan, idealnya standar biaya Pemerintah Daerah mengikuti Pemerintah Pusat, namun saat ini masih terkendala karena adanya perbedaan sistem penggajian.
“Nantinya akan disatukan secara bertahap setelah sistem penggajian sama, mungkin menggunakan produk PMK atau dinaikan menjadi Perpres, saat ini standar daerah masih mengadopsi 40% dari standar biaya pusat,” ungkap Amnu.
(yun/evs)