"Ini kan bukan perjanjian kerja sama kontrak segala macam, ini antarpemerintah dengan pemerintah, kita mengeksplorasi," ujarnya.
Dimintai konfirmasi secara terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Edi Prio Pambudi mengungkapkan belum membahas konkret rencana membeli minyak mentah dari Rusia.
Menurut Edi, saat ini pemerintah kedua negara baru menjajaki dan melihat semua kemungkinan.
"Belum ada, kita baru menjajaki dan melihat semua kemungkinan," ujar Edi.
Sebelumnya, sinyal Indonesia bisa membeli minyak dari Rusia dilemparkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan usai resmi bergabung secara penuh dalam aliansi Brasil, Russia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS) pada Senin (6/1/2025).
Menurut Luhut, pada dasarnya Indonesia bisa membeli minyak dari mana pun, termasuk dari Rusia, sepanjang transaksinya menguntungkan Indonesia dengan mendapatkan harga yang lebih murah dibandingkan dengan mengimpor dari negara lain.
"Ya ke mana saja kalau menguntungkan Republik Indonesia kita beli, kalau kita ada dari bulan kita beli [...] Kalau kita dapat lebih murah US$20 atau US$22 [per barel] kenapa tidak?," ujar Luhut saat ditemui di kantornya, Kamis (9/1/2025).
Sekadar catatan, aliansi Group of Seven (G7), atau yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan sebagainya, memberikan sanksi atas minyak Rusia. Sanksi itu diberikan dengan menerapkan batas harga (price cap) US$60 per barel atas minyak mentah Ural dari Rusia.
West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan mendekati level US$62 per barel, sementara Brent ditutup sedikit di bawah US$65.
Pasar saham dan obligasi AS menunjukkan pemulihan pada hari Senin (14/4/2025), setelah pekan sebelumnya dilanda gejolak akibat kebijakan tarif Donald Trump yang dianggap mengganggu stabilitas pasar.
Namun, para pimpinan beberapa perusahaan perdagangan atau trader komoditas energi papan atas dunia menyatakan terbuka untuk kembali memperjual-belikan minyak Rusia jika sanksi Barat dicabut sepenuhnya, meskipun beberapa menyatakan kehati-hatian tentang prospek yang akan terjadi dalam waktu dekat.
"Jika sanksi dilonggarkan sedemikian rupa sehingga kami dapat kembali, mengapa tidak? Itu tugas kami," kata CEO Gunvor Group Torbjörn Törnqvist dalam sebuah wawancara belum lama ini, dikutip Bloomberg.
"Kami tidak melakukan apa pun hari ini karena kami pikir meskipun ada beberapa zona abu-abu, kami tidak melakukannya. Akan tetapi, jika [sanksi terhadap minyak Rusia] ini dihapus, mengapa tidak?"
Di lain sisi, Luhut tetap menekankan Indonesia perlu berhati-hati dan membuka komunikasi dengan negara lain bila pada akhirnya memutuskan untuk membeli minyak dari Rusia. Terlebih, saat ini banyak negara yang memberikan sanksi kepada Negari Beruang Merah akibat perang dengan Ukraina.
"Sepanjang itu bisa kita bicarakan kepada beberapa negara lain kenapa tidak? Akan tetapi, tentu kita hati-hati melihat ini dengan bagus," ujarnya.
(dov/wdh)





























