“Jjadi kalau dari sisi PLTU, misalnya untuk jangka pendek, kami melakukan co-firing dengan biomassa dengan persentase sekitar 10%. Namun, kalau untuk mencapai NZE [net zero emission atau nol emisi karbon], co-firing bisa dilakukan bukan hanya dengan biomassa tetapi amonia,” katanya.
Dia menambahkan PLN juga memiliki 3—4 skenario untuk transisi energi. Salah satunya adalah dengan tidak melakukan suntik mati keseluruhan PLTU batu bara milik perusahaan.
“[Hanya] sebagian dari PLTU [yang akan dipensiunkan]. Tidak semua kami pensiunkan, tetapi ada yang kami pertahankan disertai dengan teknologi co-firing, amonia, CCUS dan gas. PLTGU [pembangkit listrik tenaga gas dan uap] kami tidak dipensiunkan, tetapi kami gunakan co-firing dengan hidrogen,” ujarnya.
Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih belum bisa memastikan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk “menyuntik mati” PLTU Cirebon 1 sebagai langkah agresif menghadapi perubahan iklim.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Rida Mulyana menyebut kementerian sudah menghitung berapa biaya yang dibutuhkan untuk memensiunkan PLTU Cirebon 1 dan menggantikannya dengan pembangkit listrik berbasis EBT. Demikian halnya dengan keuntungan berupa penghematan biaya operasional apabila PLTU tersebut digantikan dengan pembangkit listrik berbasis EBT.
“Kalau dari kita, perhitungannya berapa yang dihemat [biaya operasionalnya]. Kita sudah punya [hitungannya] juga untuk eksekusinya. Namun, eksekusinya bagaimana? Siapa [yang membiayai] dan darimana [dananya]?” katanya ketika ditemui usai acara di The Westin Hotel, Jakarta Selatan ( 9/5/2023).
Lebih lanjut, Rida mengatakan Kementerian ESDM sudah menyiapkan opsi pendanaan untuk memensiunkan PLTU Cirebon 1. Opsi yang dimaksud antaranya adalah pendanaan oleh Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) dengan nilai mencapai US$250 juta—US$300 juta lewat Energy Transition Mechanism (ETM).
Di sisi lain, Rida mengungkapkan ESDM juga menyiapkan kandidat lain selain PLTU Cirebon 1 yang akan dipensiunkan dalam waktu dekat. PLTU yang dimaksud adalah PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cilacap.
“Nah yang akan didahulukan itu PLTU milik Independent Power Producer (IPP) atau swasta tetapi bersyarat. PLTU Cirebon itu yang early retirement,” tuturnya.
Sekadar catatan, menurut sebuah penelitian oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan University of Maryland pada akhir 2022, setidaknya terdapat total 12 pembangkit listrik bertenaga batu bara yang layak untuk dipensiunkan dalam waktu dekat.
Kedua belas PLTU berbasis batu bara tersebut a.l. Bangka Baru di Bangka-Belitung dengan kapasitas 60 MW, Banten Suralaya di Banten dengan kapasitas 1.600 MW, Merak di Banten dengan Kapasitas 120 MW, dan Cilacap Sumber di Jawa Tengah dengan kapasitas 600 MW.
Lalu, PLN Paiton di Jawa Timur dengan kapasitas 800 MW, Tarahan di Lampung dengan kapasitas 100 MW, Asam-Asam di Kalimantan Selatan dengan kapastas 260 MW, dan Tabalog di Kalimantan Selatan dengan kapasitas 200 MW.
Kemudian, Tabalong Wisesa di Kalimantan Selatan dengan kapasitas 60 MW, Bukit Asam Muara Enim di Sumatera Selatan dengan kapasitas 260 MW, Cikarang Babelan di Jawa Barat dengan kapasitas 280 MW, serta Ombilin di Sumatra Barat dengan kapasitas 200 MW.
Riset tersebut juga memantau sebanyak 72 armada batu bara berkapasitas 43,4 GW yang terhubung ke jaringan listrik PLN.
(krz/wdh)