“Ketika Anda bahkan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar rakyat Anda, sangat sulit untuk terlalu memedulikan urusan internasional.”
Berdasarkan laporan perusahaan intelijen Kpler, ekspor Rusia ke negara-negara Asia untuk komoditas batu bara termal dan gas alam –dua bahan bakar yang paling sering digunakan untuk pembangkit listrik– telah meningkat pesat tahun ini.
Volume ekspor batu bara Rusia melonjak tajam menjadi 7,46 juta ton pada April, sekitar sepertiga lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Pengiriman gas alam cair ke Asia juga meningkat dalam beberapa bulan terakhir setelah harga turun dari rekor tertinggi yang membuat bahan bakar tidak terjangkau bagi banyak negara miskin.
Sementara itu, impor bahan bakar minyak Rusia dari Asia –alternatif yang lebih kotor dan lebih murah untuk pembangkit listrik– juga mencetak rekor dua bulan tertinggi pada Maret dan April.
Dorongan bagi Asia untuk membeli lebih banyak energi Rusia kemungkinan akan meningkat karena munculnya pola cuaca El Niño, yang telah membuat merkuri melonjak di beberapa bagian wilayah tersebut.
Perdana Menteri Vietnam telah memperingatkan kekurangan listrik bulan ini, sementara Myanmar berjuang dengan pemadaman listrik yang kian parah.
Emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil memerangkap panas di atmosfer. Fenomena itu menghangatkan planet dan menjadi pemicu utama peristiwa cuaca yang lebih ekstrem, termasuk gelombang panas.
Di India, permintaan listrik yang digerakkan oleh panas kemungkinan akan dipenuhi sebagian besar oleh batu bara, kata Aniket Autade, analis fundamental energi untuk Rystad Energy.
China dan India –pembeli utamaminyak Rusia dengan harga diskon– juga mengimpor batu bara, gas, dan bahan bakar minyak paling banyak. Mereka mengambil lebih dari dua pertiga batu bara Rusia yang dikirim ke Asia bulan lalu, menurut perhitungan Bloomberg berdasarkan data Kpler.
Korea Selatan, bagaimanapun, meraup 15% dari pengiriman, sementara Vietnam, Malaysia dan Sri Lanka juga muncul sebagai pembeli yang signifikan.
Untuk BBM, China dan India sekali lagi merupakan pembeli terbesar dari Rusia, dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab juga menjadi importir utama.
Adapun, Bangladesh, Pakistan, dan Sri Lanka mungkin akan mengimpor lebih banyak bahan bakar minyak Rusia untuk pembangkit listrik, menurut Emma Li, analis Vortexa. Negara-negara Timur Tengah juga baru-baru ini meningkatkan impornya, dan itu kemungkinan akan berlanjut selama musim panas, katanya.
Pakistan mengatakan bulan ini sangat ingin membayar impor minyak Rusia dengan yuan China. Negara itu telah memesan satu kargo minyak mentah, tetapi ingin kesepakatan jangka panjang untuk membelinya dalam mata uang China, kata menteri energinya.
Bahkan Jepang, sekutu dekat AS dan karena itu enggan meningkatkan impor dari Rusia, mungkin memperluas pembelian dalam batas kontrak, menurut Chris Wilkinson, analis senior untuk energi terbarukan di Rystad.
“Jepang dapat mempertimbangkan untuk membeli lebih banyak LNG dari Rusia di bawah kontrak jangka panjang yang ada, karena lebih hemat biaya daripada membeli di pasar spot,” katanya.
Bagi Driscoll dari JTD Energy, peningkatan pembelian energi Rusia oleh banyak negara Asia menyoroti baik penurunan pengaruh Gedung Putih maupun situasi berbahaya yang dialami banyak negara.
“[Mereka] bertanya pada diri mereka sendiri: apakah saya lebih suka mengambil risiko berselisih dengan AS atau melupakan diskon energi yang besar?,” katanya. “Ketika ada tawaran bagus di atas meja, bagaimana negara-negara miskin bisa menolak?”
--Dengan bantuan dari Aaron Clark.
(bbn)